Jogja
Minggu, 8 April 2012 - 10:47 WIB

INVESTASI: Olahan Salak Tenarkan Jogja

Redaksi Solopos.com  /  Harian Jogja  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - PRODUK SALAK—Proses pengolahan salak menjadi aneka produk makanan (JIBI/Harian Jogja/Tri Wahyu Utami)

PRODUK SALAK—Proses pengolahan salak menjadi aneka produk makanan (JIBI/Harian Jogja/Tri Wahyu Utami)

Beragam olahan salak pondoh di tangan Decky Surnyata tak hanya dipasarkan sebagai bisnis peraup keuntungan. Tujuan lainnya adalah untuk mengangkat nama Daerah Istimewa Yogyakarta.

Advertisement

Bisnis kuliner olahan salak pondoh dimulai Decky dengan modal kurang dari Rp1 juta. Salak pondoh diolah menjadi aneka makanan seperti cake, bakpia, jenang, dodol, wajik dan sirup.

Decky memang sudah senang bisnis kuliner sejak remaja. Pria yang kini berusia 28 tahun ini merintis usaha pengolahan salak pada September 2010 bertempat di rumahnya Jalan Palagan KM 8,5 Jogja.

Advertisement

Decky memang sudah senang bisnis kuliner sejak remaja. Pria yang kini berusia 28 tahun ini merintis usaha pengolahan salak pada September 2010 bertempat di rumahnya Jalan Palagan KM 8,5 Jogja.

Saat itu ia berpikir, pasokan salak sangat melimpah dan menjadi salah satu primadona Jogja. Tetapi penghasilan petani salak pondoh tak setenar produknya.

Bila harga salak di tangan konsumen mencapai Rp8.000 per kilogram, sebenarnya tengkulak hanya membeli dengan harga Rp2.500 hingga Rp3.000 per kilogram dari petani. Terlihat jelas betapa rendahnya penghasilan petani salak pondoh ini. Selain itu salak selalu mandeg sebagai buah pencuci mulut. Kalau pun dijual di tempat-tempat wisata, bandara atau stasiun, wisatawan tak pernah tahu salak pondoh itu berasal dari Jogja karena tidak ada label tertera.

Advertisement

Pertama kali yang dibuat adalah brownies kukus salak pondoh. Namun, dua bulan kemudian Gunung Merapi erupsi. Bisnis Decky terhenti karena pasokan salak terhenti. Ia mulai bangkit kembali awal 2011.

Decky gigih memperluas jaringan dan memperbanyak produksi. Merasa brownis tidak begitu menguntungkan karena cepat basi. Ia mulai membuat produk tahan lama seperti cake, keripik, bakpia, dodol, jenang dan sirup.

Produk yang kemudian dinamakan Salakka ini pada Mei 2011 menempati gerai di Jalan Palagan Tentara Pelajar KM 8,5 Ngaglik, Sleman. “Dulu bikin di rumah, disebarkan kemana-mana, teman dan tetangga. Tapi setelah dikenal, orang susah mencari rumah kami yang masuk-masuk gang. Kami lalu menyewa tempat ini,” jelas jebolan Fakultas Ekonomi Universitas Gadjah Mada (UGM) 2008 ini.

Advertisement

Decky nyaris tak menemukan ganjalan pada saat pertama nyemplung di bisnis ini. “Masak, langsung jual. Dalam perjalanan itulah kami belajar,” kata lelaki yang berbisnis bersama istrinya, Farahdian ini.

Masukan dari pembeli dijadikan senjata Decky untuk memperbaiki kualitas masakannya. “Enggak usah khawatir orang enggak jadi beli, karena itulah jadikan kunci mengapa orang enggak jadi beli, apa alasannya,” tuturnya lagi.

Untuk membuat 12 adonan brownies, Decky membutuhkan 1,2 kilogram salak yang sudah dibersihkan, atau kira-kira sama dengan 2,4 kilogram salak segar beserta kulitnya. Biasanya Decky mengupah ibu-ibu di kawasan Turi, Sleman untuk mengupaskan kulit salak.

Advertisement

Decky dibantu kurang lebih 15 karyawan memproduksi cake hingga 100 loyang, dan mampu menjualnya kisaran 50-100 loyang. Satu loyang cake brownies salak pondoh rasa original, choco dan keju dihargai Rp30.000. Sementara bakpia Rp25.000 per bungkus. Keuntungan bersih Decky mencapai 20-50%.

Hasil olahan salak ini dijual ke berbagai tempat seperti Surabaya dan Jakarta. Hampir setiap penjual oleh-oleh khas Jogja dapat ditemui produk berlabel Salakka.

Perjalanan Wisata
Tak ingin melewatkan kesempatan, Decky mengembangkan usaha ini dengan membuka paket perjalanan wisata. Ia bekerjasama dengan petani salak di kawasan Turi yang memiliki kebun salak pondoh organik seluas 10, 30 hektare.
Agro wisata ini bertujuan untuk memberikan edukasi bagi wisatawan, tentang budidaya salak dan bermacam manfaatnya.

“Salak pondoh bisa dijadikan aneka makanan, limbahnya bisa bikin pupuk, kulit dan bijinya dijadikan kerajinan oleh perajin di Bantul,” katanya.

Di kebun salak ini, wisatawan dibebaskan memetik sepuasnya. Mereka ajari cara membuat pupuk serta bahan bakar pengganti minyak tanah. Setelah itu, mereka diajak mampir ke Salakka untuk melihat proses pengolahan salah menjadi makanan modern. Terakhir, wisatawan ditawarkan untuk menginap di Omah Salakka Guest House.

Decky sengaja membangun penginapan itu untuk memudahkan wisatawan, selain menambah pemasukan kantongnya. Rumah tak jauh dari Salakka bernuansa etnik Jawa modern dilengkapi fasilitas dua kamar tidur, ruang tamu, dapur dan kamar mandi ini mulai beroperasi bulan ini. “Kami ingin concern, ingin salak pondoh jadi ikon Jogja. Makanya setiap ada salak pondoh kami ingin mensinergikannya supaya lebih bermanfaat,” ujarnya.

Advertisement
Kata Kunci : SALAK
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif