Jogja
Kamis, 12 April 2012 - 09:55 WIB

SATU ABAD HB IX: Pahlawan Pendiam

Redaksi Solopos.com  /  Harian Jogja  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Panduan Informasi dan Inspirasi

ZIARAH 100 TAHUN — Ratusan abdi dalem Keraton Ngayogyakarta bersama warga masyarakat naik anak tangga untuk masuk ke dalam kompleks makam makam raja-raja Mataram sesaat setelah berlangsungnya doa dan tahlil di Astono Saptorenggo, Imogiri, Bantul, Rabu (11/4/2012). Ziarah raja-raja maratam ini merupakan bagian dari rangkaian peringatan 100 tahun Sultan Hamengku Buwono IX. Desi Suryanto/JIBI/Harian Jogja

Jasa Sri Sultan Hamengku Buwono IX bagi negara ini sudah tidak terhitung lagi. Jabatan di pemerintahan sudah pernah dipegang mulai dari menteri hingga wakil presiden.

Advertisement

Saat perjuangan kemerdekaan Sultan HB IX juga berjasa bagi negeri ini. Gelar pahlawan nasional memang pantas disematkan pada Raja Ngayogyakarta Hadiningrat kesembilan itu.

Di mata abdi dalem Kraton, HB IX dikenal kharismatik dan tidak banyak bicara. Setidaknya itu yang dirasakan abdi dalem Kepala Keamanan Kraton, Kanjeng Raden Tumenggung Mangkuyuda. “Kalau mau dhawuh dengan kode saja, jadi kami harus memperhatikan,” terangnya di Dalem Joyokusuman, Rabu (11/4).

Mangkuyuda bercerita, pernah suatu ketika ia mendapat tugas menjemput HB IX di Bandar Udara Adisutjipto. Kala itu hujan deras dan landasan menuju ruang VIP bandara cukup jauh. Herannya, HB IX meminta Mangkuyuda untuk tidak memayungi dirinya tetapi memberikan tumpangan payung kepada salah satu istri menteri yang kala itu bersama HB IX ke Jogja.

Advertisement

“Saat itu Ngarsa Dalem tindak biasa tanpa payung, padahal hujan sangat lebat. Di situ secara langsung saya merasakan kerendahan hati beliau,” katanya.

Tak hanya abdi dalem, putera pemilik nama kecil Bendara Raden Mas Dorodjatun juga memiliki kesan mendalam pada sosok ayahnya. Saat Jepang menjajah dan memberlakukan kerja romusha, HB IX memiliki cara melindungi rakyatnya. HB IX memutuskan untuk membuat selokan Mataram yang memiliki panjang lebih dari 31 kilometer.

GBPH Prabukusumo mengakui, langkah HB IX menimbulkan banyak pertanyaan, kenapa ketika masa penjajahan justru ayahnya membuat selokan yang menghubungkan Sungai Opak dan Sungai Progo itu. “Kalau dilihat memang intinya sama, kerja rodi, tetapi di sini terlihat secara terselubung bagaimana beliau melindungi rakyat yang sore hari tetap pulang dan bertemu keluarga, bukan seperti pekerja romusha,” katanya di kediaman, kemarin.

Advertisement

Sebagai negarawan, HB IX mengajarkan putra-putra untuk tidak melihat kepentingan diri sendiri. “Bapak itu tidak pernah mengunggulkan kekayaan, kekuasaan tetapi dari situ justru nampak kewibawaan beliau,” lanjutnya.

GBPH Yudhaningrat mengatakan sebagai negarawan, HB IX memiliki jiwa nasional yang tinggi. Ia total dalam mengemban tugas dan bahkan sempat mengatakan akan kembali ke Jogja saat ia wafat. “Dan itu terjadi, beliau kondur saat wafat, beliau negarawan yang baik,” kata Yudhaningrat.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif