Jogja
Jumat, 15 Juni 2012 - 09:34 WIB

LAPSUS: Ada Polisi di Motor Bodong

Redaksi Solopos.com  /  Harian Jogja  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - ilustrasi

ilustrasi

JOGJA— Peredaran motor tanpa Bukti Pemilikan Kendaraan Bermotor (BPKB) ternyata juga melibatkan personel kepolisian.

Advertisement

Bahkan, ada personel kepolisian di DIY yang bisa menyediakan motor bodong bagi yang membutuhkan. Harga yang ditawarkan aparat juga sama dengan penjual motor bodong lainnya. Sebagai contoh sepeda motor Honda Supra keluaran 2004 dengan kondisi masih mulus hanya dibanderol sekitar Rp2,5 juta.

“Tetapi kebetulan sedang kosong. Kalau mau nunggu ya tidak apa-apa,” kata Richard, bukan nama sebenarnya, salah satu anggota kepolisian di DIY kepada Harian Jogja, Kamis (14/6).

Asal motor yang ditawarkan juga sama dengan kendaraan bodong lainnya. Motor-motor itu berasal dari kredit macet dari perusahaan pembiayaan (leasing).

Advertisement

“Kalau dicegat DC [debt collector] di jalan, dipotret aja sekalian. Biar besok dimuat di koran,” imbuh anggota yang sudah cukup lama menekuni jual beli motor gelap itu.

Richard enggan menjelaskan lebih lanjut mengenai “cara aman” menghindari kejaran DC  saat mengendarai motor gelap itu. “Tenang saja. Tidak ada aturannya DC main cegat di jalan,” pungkasnya.

Salah satu calon pembeli motor gelap, Rony, bukan nama sebenarnya, mengungkapkan pernah ada anggota polisi yang pernah menawarkan motor gelap.

“Belum ada setengah tahun [penawarannya]. Cukup sediakan uang Rp3 juta untuk satu Honda Supra yang terbilang masih baru,” ujar Rony kepada Harian Jogja, kemarin.

Advertisement

Rony menambahkan, motor gelap itu nantinya akan diganti pelat nomor lengkap dengan STNK baru. “Jadi, tidak perlu cemas dengan DC ataupun razia lalu lintas di jalanan,” jelasnya.

Namun, Rony mengurungkan niatan membeli motor gelap itu. “Meski sudah dijamin keamanannya, di hati rasanya kurang sreg,” tuturnya.

Terpisah, salah satu warga Kecamatan Sewon, Arya, juga bukan nama sebenarnya, hanya menawarkan harga Rp5 juta untuk Yamaha Mio J keluaran terbaru. “Bukan bodong namanya. Istilahnya ST, atau suratnya separo [hanya STNK tanpa BPKB],” terang Arya. Sebagai warga, Arya tidak menyediakan layanan ganti pelat nomor dan STNK baru.

“Kalau ada DC yang ngejar di jalan, bilang saja ini motornya Arya. Mereka pasti takut,” tandasnya.

Advertisement

Luar Daerah

Mahasiswa yang indekos di Caturtunggal, Depok berinisial UD, 23, warga Kebumen  mengaku pernah membeli motor tanp surat-surat di Jogja seharga Rp4 juta.  Namun motor itu ia gunakan untuk alat transportsi di desanya yang merupkan derah pergunungan. “Kalo dipakai di sini [Jogja] ya diambil polisi lah,” akunya, Rabu (13/6).

UD berkisah sepeda motor Honda keluaran 2009 dibelinya dari seorang kenalan di Kotagede Jogja. Kala itu ia memang sedang membutuhkan motor dengan harga murah, kemudian ada teman yang menawarkan. “Motor untuk di rumah yang penting bisa jalan dan bisa dipakai kerja ke kebun,” ujarnya.

Saat dikonfirmasi Humas Polda DIY, AKBP Anny Pudjiastuti mengatakan tidak akan mentoleransi jika ada anggota polisi terbukti melanggar. “Kami akan tindak tegas dan proses sesuai hukum yang berlaku,” ujarnya tadi malam.

Advertisement

Jika ada laporan, kata Anny akan dilakukan penyelidikan, apakah anggota kepolisian tersebut benar menyalahgunakan wewenang atau sudah masuk tindak pidana umum. Jika ternyata melanggar disiplin, yang bersangkutan akan dimutasi atau ditunda kenaikan pangkat. Namun jika terbukti melakukan tindak pidana, akan diproses sesuai hukum yang berlaku.

“Kami ke depankan asas praduga tak bersalah. Jika masyarakat merasa dirugikan karena tindakan oknum polisi yang menyalahgunakan wewenang, langsung laporkan,” tegasnya.

Adapun Kasat Reskrim Polres Sleman AKP Widy Saputro mengatakan, polisi tidak bisa tiba-tiba melakukan pemeriksaan kendaraan bodong atau tidaknya karena harus dilandasi dengan bukti adanya laporan kehilangan motor atau penipuan jual beli motor.  “Tapi kalau ada informasi masyarakat  terkait keberadaan motor bodong tetap kita tindaklanjuti,” katanya.

Kasat Lantas Polres Sleman AKP Ahmad Nanang Wibowo mengatakan, untuk mendeteksi keberadaan motor bodong polisi rutin merazia kendaraan. Dia juga menegaskan tidak segan-segan merazia motor-motor yang tidak dilengkapi dengan surat-surat kendaraan. Tindakan itu dilakukan untuk menghindari aksi pencurian sepeda motor.

Terpisah, Widodo, bukan nama sebenarnya, karyawan dari sebuah diler mengungkapkan praktik penjualan motor bodong terjadi terutama untuk penjualan secara kredit. Menurutnya, memang ada beberapa salesman yang terpengaruh dengan bujukan dari para mafia ini, pasalnya, uang yang ditawarkan dari mafia ini, biasanya cukup lumayan yakni berkisar antara Rp300.000 hingga Rp500.000.

“Memang ada yang terpengaruh dan dimanfaatkan, tapi kalau diler tahu langsung dipecat atau dia sendiri mengundurkan diri,” ujarnya.

Advertisement

Ia menjelaskan, dari segi target, setiap bulannya para sales ditargetkan dapat menjual minimal lima unit dan untuk sales senior tujuh hingga delapan unit setiap bulannya.

Roni, bukan nama sebenarnya, sales sebuah dealer motor mengaku setiap bulannya ia ditarget harus menjual minimal delapan unit motor. “Kalau ga target ya ga dapet insentif, tidak dapat bonus,” ujarnya.

Ketua Bidang Pelayanan, Investigasi dan Monitoring, Lembaga Ombudsman Swata (LOS) DIY Siti Umi Akhiroh menjelaskan telah menerima satu laporan dan tiga pengaduan terkait dengan kredit kendaraan macet. Satu pelapor tersebut, dijelaskan Siti menjadi korban penarikan kendaraan lantaran tidak mampu membayar kredit yang ditentukan. “Tahun ini kami menerima satu laporan, dan pelapor yang kami lindungi identitasnya itu ternyata dalam satu tahun bisa kredit kendaraan roda dua hingga 38 unit, ini memang terbilang nekat,” katanya ditemui di kantor LOS kamis (14/6).

Siti menjelaskan, poin pengaduan yang dilakukan oleh nasabah tersebut karena tidak mampu melakukan kewajiban membayar kredit. Dari pengakuan pelapor diketahui, nasabah tersebut melakukan kredit kendaraan bukan menggunakan identitasnya sendiri melainkan sejumlah saudara, anggota keluarga dan bahkan para tetangganya.

Dalam perjalanannya, nasabah yang memiliki kewajiban membayar kredit ternyata tidak mampu memenuhi kewajibannya membayar kredit. Kemacetan kredit tersebut disebabkan karena nasabah gagal melakukan pengelolaan keuangan dari pembelian kendaraan kresdit tersebut. “Nasabah ini setelah membeli dengan kredit ternyata menyewakan kendaraannya, dan dalam perjalananya bisnis sewa itu tidak berjalan sempurna. Karena pihak leasing tidak mau merugi maka mengambil dengan paksa,” katanya.

Advertisement
Kata Kunci : Lapsus Motor Bodong Polisi
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif