Jogja
Selasa, 19 Juni 2012 - 09:16 WIB

TEMPAT BERSEJARAH: Radio Playen Penyebar Informasi Perjuangan

Redaksi Solopos.com  /  Harian Jogja  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Monumen Stasiun Radio Perhubungan (PHB) People Cooperation-PC-2 Playen, Gunungkidul. (JIBI/Harian Jogja/Bhekti Suryani)

Monumen Stasiun Radio Perhubungan (PHB) People Cooperation-PC-2 Playen, Gunungkidul. (JIBI/Harian Jogja/Bhekti Suryani)

Rumah beratap limas di salah satu sudut Dusun Banaran, Playen, Kabupaten Gunungkidul seperti tak bertuan dan tak terawat. Permukaan lantai tegel tampak lusuh dan bergelombang, dinding retak di mana-mana. Tak ada banyak barang di dalamnya. Hanya beberapa foto dan catatan sejarah yang dibingkai serta lesung di bagian dapur.

Advertisement

Siapa yang menyangka, 63 tahun silam rumah milik seorang petani, almarhum Prawirosetomo, ini menjadi saksi peristiwa penting yang memicu hengkangnya kolonial Belanda dari Tanah Air. Di rumah inilah digodok berbagai informasi mengenai perjuangan kemerdekaan dan dipancarkan lewat radio hingga tersebar ke berbagai belahan dunia.

Monumen Stasiun Radio Perhubungan (PHB) People Cooperation-PC-2 Playen yang bernaung di bawah Angkatan Udara RI (AURI) kala itu berperan besar dalam perjuangan. Sama seperti strategi perang saat itu, para pejuang kemerdekaan harus bergerilya hanya untuk menyebarkan informasi kedaulatan RI yang baru berdiri.

Para pegiat media radio kala itu harus menyimpan rahasia rapat-rapat, di tengah hutan yang terpencil di Playen terdapat perangkat stasiun yang menjadi sarana komunikasi.

Advertisement

“Dulu lokasi pemancarnya bukan di sini tapi di Gading pinggir Jalan Wonosari kalau di situ ketahuan Belanda lalu dipindah ke sini,” kata Mohamad Sugeng Wahyudi Kepala Urusan Penataan Koleksi Museum Dirgantara Jogja.

Bahkan konon, siaran hanya dilakukan pada malam hari dengan antena yang direntangkan di batang pohon kelapa. Siang harinya peralatan-peralatan itu disembunyikan dan ditutup lesung agar Belanda tak curiga.

Puncaknya pada 1 Maret 1949 saat tentara Indonesia menguasai Ibu Kota RI di Jogja dan merebutnya dari Belanda selama enam jam. Informasi itu disebarkan ke udara dan beredar ke berbagai radio seperti radio di Bukit Tinggi Sumatera Barat yang kala itu menjadi pemerintahan darurat RI, ke India hingga ke Dewan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Di PBB tersebar informasi negara RI masih eksis meski terus digempur Belanda lewat Agresi Militer satu dan dua.

Advertisement

“Ini jawaban bangsa Indonesia untuk Belanda, setelah PBB tahu Indonesia masih eksis dan melakukan cek ke lapangan sejak saat itulah Belanda dipaksa menyerah dan harus mengakui kedaulatan Indonesia,” ujar Mohamad saat menceritakan sejarah Monumen Satsiun Radio PHB PC-2 kepada puluhan siswa DIY, Jateng dan Jatim dalam lawatan sejarah yang dihelat Balai Pelestarian Sejarah dan Nilai Tradisional Jogja, Senin (18/6) lalu.

Kini rumah bersejarah itu seperti tak terurus sejak pendiri Yayasan 19 Desember 1948 yang memprakarsai pendirian monumen, satu persatu telah tiada. Rumah bersejarah itu kini hanya dikelola sukarela oleh pengelola TK Negeri 1 Maret yang berada di kawasan museum tentunya dengan dana terbatas.(ali)

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif