Jogja
Selasa, 23 Oktober 2012 - 10:30 WIB

Panjer, Tradisi Lestari di Pasar Hewan Gunungkidul

Redaksi Solopos.com  /  Sumadiyono  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Suasana pasar sapi dan kambing di Pasar hewan Munggi Kecamatan Semanu, Gunungkidul, Senin (22/10/2012). (Endro Guntoro/JIBI/Harian Jogja)

Suasana pasar sapi dan kambing di Pasar hewan Munggi Kecamatan Semanu, Gunungkidul, Senin (22/10/2012). (Endro Guntoro/JIBI/Harian Jogja)

Bagaimana caranya agar hewan ternak incaran yang hendak dibeli di pasar hewan tidak dibeli orang lain? Salah satu caranya adalah dengan cara di-panjer. Tradisi lama yang masih lestari hingga kini.

Advertisement

Pada suatu ketika, Nasrip, 50, pedagang sapi di Pasar Hewan Siyono sedang menjajakan sapinya. Seorang calon pembeli datang. Dia naksir dengan salah satu hewan yang dijajakan Nasrip.

Calon pembeli itu hendak menahan agar sapi Nasrip itu tidak dibeli oleh orang lain. Bagaimana caranya? Si calon pembeli memberi sekeping uang Rp 500 agar sapi seharga jutaan rupiah itu tidak jatuh ke tangan orang lain.

Advertisement

Calon pembeli itu hendak menahan agar sapi Nasrip itu tidak dibeli oleh orang lain. Bagaimana caranya? Si calon pembeli memberi sekeping uang Rp 500 agar sapi seharga jutaan rupiah itu tidak jatuh ke tangan orang lain.

“Tidak hanya Rp 500, tapi terkadang juga Rp 2000, Rp 5000 sampai Rp 10.000,” kata Nasrip kepada Harian Jogja, Senin (22/10/2012) di Pasar Hewan Siyono, Kecamatan Playen. Sekeping uang itu dianggap sebagai tali-rembug.

Tali rembug adalah semacam “agunan” yang harganya tidak setara dengan barang yang hendak dibeli. Pedagang sapi seperti Nasrip akan menjual sapi dagangannya kepada orang lain karena telah dipanjer. Atas dasar apa? Semata-mata kepercayaan.

Advertisement

Tali rembug itu semacam jalinan kepercayaan antara pembeli dan penjual. Apabila panjeran ditarik oleh calon pembeli, misalnya tidak jadi beli, hewan itu dapat diperjualbelikan kepada orang lain.

Sejak kapan pola transaksi unik seperti ini berlangsung? Pedagang sapi lainnya, Zaini, 45, warga Desa Getas, Kecamatan Playen mengatakan pola seperti ini sudah ada sejak pasar hewan Siyono berdiri.

Menurutnya, tradisi seperti ini juga tidak hanya ada di Siyono, tapi juga di Pasar Hewan Munggi (Semanu) sampai pasar hewan Prambanan (Sleman). “Pokoknya sudah lama sekali. Simbah-simbah dulu juga seperti ini,” katanya.

Advertisement

Pasar Hewan Siyono buka setiap Wage pada penanggalangan Jawa (seperti Senin kemarin). Sedangkan, Pasar Hewan Munggi buka setiap tanggal Kliwon. Pasar hewan ini semakin ramai menjelang hari raya Iduladha pada Jumat (25/1/2012) besok.

Tapi, ada pula pedagang yang menganggap panjer itu dilakukan apabila negoisasi sudah mencapai kesepakatan. Artinya, hewan ternak sudah pasti dibeli, lalu koin panjer diberikan untuk mengkrangkeng target.

Tidak ada pemahaman tunggal tentang konsep panjer-memanjer ini. Zaini mengatakan seiring perkembangan zaman, calon pembeli terkadang tidak hanya memanjer dengan sekeping logam, tapi juga kunci sepeda motor. Waduh….

Advertisement

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif