Jogja
Selasa, 18 November 2014 - 03:21 WIB

Kepala Dusun Tolak Ujian Tertulis

Redaksi Solopos.com  /  Mediani Dyah Natalia  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - ilustrasi

Harianjogja.com, KULONPROGOKepala Dusun menolak mekanisme pemilihan dengan ujian tertulis. Selain dinilai tidak sesuai dengan nilai demokrasi, tingkat intelektualitas dianggap tidak menjadi jaminan seseorang dapat memimpin warga dan memiliki dedikasi yang tinggi.

Ketua Paguyuban Dukuh Kulonprogo (Madukoro) Mugiyatno menuturkan kepala dusun se-Kulonprogo menolak mekanisme pemilihan dengan ujian tertulis.

Advertisement

“Namanya pemimpin ya dipilih langsung, karena warga bisa mengenal track record para pemimpinnya, sementara dengan ujian tertulis, warga tidak kenal dengan calon pemimpinnya,” ujarnya, Senin (17/11/2014).

Ia mencotohkan, jabatan sekretaris desa atau carik sebagian dipegang oleh orang yang berstatus sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS). Dari pengamatannya, sebagian besar carik yang berstatus PNS justru tidak bisa bekerja maksimal dan tidak dekat dengan masyarakat. Ia mengkahwatirkan hal serupa terjadi dengan kepala dusun yang dipilih melalui ujian tertulis.

Diungkapkannya, penolakan terhadap mekanisme pemilihan dengan ujian tertulis sudah pernah diungkapkan ke Bupati Kulonprogo melalui audiensi beberapa waktu lalu. Rencananya, para kepala dusun akan kembali mendatangi bupati untuk membicarakan hal ini.

Advertisement

Ketua Paguyuban Dukuh DIY (Semar Sembogo) Sukiman menilai proses penyusunan UU Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa tidak melibatkan kepala dusun, sehingga peraturan yang dibuat tidak sesuai dengan kondisi di lapangan.

“Tahu-tahu sudah ada UU ini tanpa sosialisasi atau pemberitahuan ke tiap dusun lebih dulu, yang diajak berembug hanya kepala desa,” tuturnya.

Ia juga memaparkan, terdapat beberapa keganjilan dalam UU Desa, antara lain, jabatan kepala desa dapat diampu oleh orang yang berusia 80 sampai 90 tahun, sementara batas usia perangkat desa saat mengajukan diri tidak lebih dari 43 tahun, tingkat pendidikan kepala desa minimal SMP, sedangkan minimal pendidikan perangkat desa lainnya SMA.

Advertisement

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif