Jogja
Rabu, 18 Februari 2015 - 21:20 WIB

TAMBANG PASIR MERAPI : Dari Penyusutan Mata Air Hingga Intimidasi Warga

Redaksi Solopos.com  /  Mediani Dyah Natalia  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Kegiatan penambangan pasir di lereng Merapi wilayah Dusun Jambong Desa Kepuhharjo Kecamatan Cangkringan Sleman. (JIBI/Harian Jogja/Sunartono)

Tambang pasir Merapi ilegal memberikan sejumlah dampak negatif bagi warga maupun lingkungan sekitar.

Harianjogja.com, SLEMAN – Dampak aktivitas penambangan ilegal yang terjadi di sekitar Kali Boyong, Desa Purwobinangun, Pakem dan Desa Girikerto, Turi, Sleman kian meresahkan dan merugikan warga. Selain menganggu lingkungan, menimbulkan penyusutan mata air hingga banyak intimidasi terhadap warga.

Advertisement

Tak heran jika ribuan warga dua desa tersebut meluapkan kekesalannya dengan melakukan aksi demonstrasi pada Selasa (17/2/2015) selama seharian. Para pengelola sekaligus pemilik modal hanya mengeruk keuntungan dengan tanpa memikirkan dampak yang ditimbulkan. Mereka diduga kuat dibekingi oknum-oknum aparat dan preman.

Kini tidak saja dampak fisik lingkungan tapi bentrok antar preman pro-penambangan dengan warga angat berpotensi terjadi. Bahkan Pemkab Sleman, Polres Sleman dalam hal ini pun bergeming dan tidak berani berbuat apapun untuk memenuhi tuntutan warga. Berikut penjabaran dampak yang ditimbulkan.

Advertisement

Kini tidak saja dampak fisik lingkungan tapi bentrok antar preman pro-penambangan dengan warga angat berpotensi terjadi. Bahkan Pemkab Sleman, Polres Sleman dalam hal ini pun bergeming dan tidak berani berbuat apapun untuk memenuhi tuntutan warga. Berikut penjabaran dampak yang ditimbulkan.

Jalanan Macet
Sebagai dampak terkecil misalnya sangat dirasakan warga tiap hari. Samsiah, seorang ibu rumah tangga mengaku sangat terganggu dengan banyaknya iring-iringan truk.

“Ketika saya mau mengantar anak atau family, mau kondangan, mau layat harus ikut menunggu antrian truk yang melewati jalan kami,” ungkap wanita yang turut serta dalam aksi, Selasa (17/2/2015) kemarin.

Advertisement

“Dalam sehari truk berkisar antara 500 hingga 700 armada yang melewati,” ujarnya.

Terancam Kekeringan
Tetapi, kata dia, bukan infrastruktur itu yang secara hakiki menjadi tuntutan warga. Lebih penting lagi, menurut dia, adalah hak anak cucunya di masa mendatang. Ia khawatir jika penambangan terus berlanjut desanya akan kehabisan mata air karena rusaknya titik resapan air. Mengingat kedalaman area tambang mencapai 20 meter yang sudah melebihi kedalaman sumur warga. Bahkan saat musim kemarau lalu, banyak sumur warga yang kering padahal tahun sebelumnya tak pernah terjadi kekeringan.

“Ancaman kekeringan ini sudah mulai terasa, warga harus ngangsu. Kalau ini terus berlanjut bagaimana dengan anak cucu kami?,” ucapnya.

Advertisement

Lahan Tanaman Menghilang
Basuki menambahkan dampak lain yaitu terjadinya kerusakan lahan produktif. Dari sebelumnya bisa digunakan untuk penanaman pohon dan pakan ternak kini lahan itu banyak yang hilang karena dikeruk alat berat. Bahkan pencanangan penanaman pohon oleh presiden era SBY lalu kini keberadaannya sudah raib digusur alat berat.

Rawan Konflik
Ia mengatakan secara sosial, penambangan juga memunculkan konflik. Karena meski tidak banyak, masih ada beberapa warga yang pro-penambangan. Dari 16 dusun di Purwobinangun misalnya, tiap dusunnya tidak lebih dari 10 orang yang pro penambangan. Mereka yang mendukung penambangan dimodali secara khusus oleh pengelola tambang untuk menjadi mata-mata dan mengiming-imingi warga lainnya.

Warga yang mendukung juga mencarikan lahan baru yang akan ditambang. Bahkan tiap warga yang bersedia menunjukkan lokasi lahan yang akan dijual, sudah mendapatkan Rp10 Juta dari pengelola tambang.

Advertisement

“Itu baru menunjukkan sudah dikasih Rp10 Juta, saya pernah mau disuap Rp50 Juta agar tidak demo-demo, tapi saya tolak. Saya pernah diancam, banyak warga lain yang disms diancam,” imbuhnya.

Muncul Preman Berbayar
Konflik sosial itu juga menimbulkan kecurigaan antar warga. Kini warga berhadapan dengan para preman bayaran. Dalam aksi yang digelar kemarin contohnya, ada ratusan orang tidak jelas yang diduga kuat adalah beking pro-penambangan yang berada di perempatan Dusun Ngepring, Purwobinangun. Mereka juga sempat akan mengejar salahsatu massa aksi yang akan lewat dan sempat diisukan akan disandera.

“Jadi itu bukan disandera, ada warga yang mau lewat tapi dikejar, kemudian saya suruh lewat jalan lain. Yang jelas ratusan orang-orang [pro-penambang] itu bukan warga kami, tidak tahu itu berasal dari mana,” tegas Korlap aksi demo, Supraptono.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif