Jogja
Kamis, 26 Februari 2015 - 07:20 WIB

PENTAS KETOPRAK : Kemenangan Cinta Sejati dalam Ketoprak Keplok

Redaksi Solopos.com  /  Nina Atmasari  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Salah satu adegan dalam pentas kethoprak 'Keplok' yang digelar di Pendopo Tembi Rumah Budaya, Selasa (24/2) malam. (Harian Jogja/Arief Junianto)

Pentas ketoprak di Pendopo Tembi Rumah Budaya mengangkat tema kisah cinta sejati antar dua insan

Harianjogja.com, BANTUL-Cinta sejati tak kan pernah mati. Kalimat itulah yang mendasari Angger Sukisno dalam menyuteradarai pentas lakon kethoprak berjudul ‘Keplok’.

Advertisement

Dalam pentas yang digelar di Pendopo Tembi Rumah Budaya, Selasa (24/2/2015) malam itu, sebanyak 8 orang pemain memainkan cerita yang sebenarnya sangat sederhana.

Lakon berdurasi sekitar 3 jam itu berkisah tentang kisah Widyastuti, putri Adipati dari sebuah Kadipaten yang saling jatuh cinta dengan seorang prajurit bernama Pambudi.

Sebagai seorang Adipati, Wongso Sukisno tentunya tidak rela jika putri semata wayangnya itu menikah dengan seorang prajurit yang notabene berasal dari kasta Sudra.

Advertisement

Terlebih ketika ia mendengar bahwa putrinya tengah berbadan dua yang ternyata kehamilan itu sendiri tak lebih dari sekadar sandiwara yang dikarang oleh Widyastuti sendiri supaya ayahnya merestui hubungan cintanya dengan Pambudi.

Siulan serta celotehan puluhan penonton yang memadati area pendopo mulai terdengar bersahutan setelah munculnya tokoh Pambudi yang beradegan mesra dengan tokoh Widyastuti.

Iringan gending karawitan kian membuat panggung di tengah pendopo itu terasa syahdu. Kedua tokoh, Widyastuti dan Pambudi mampu memainkan peran mereka sebagai sepasang muda-mudi yang tengah dimabuk cinta dengan sangat apik.

Barulah, di adegan selanjutnya, ketika Adipati Wongso Sukisno, dengan tongkat kayunya, ia muncul ke tengah panggung. Properti kursi yang terletak tepat di pusat panggung didudukinya. Dengan gestur bak seorang raja, ia pun mulai membahas perihal jodoh untuk putri tercintanya itu.

Advertisement

Dari situlah konflik mulai terbangun. Tepat ketika Widyastuti menyebut nama Pambudi sebagai pria yang ia pilih sebagai pendamping hidupnya.

Mendengar nama Pambudi, sontak kemarahan Adipati Wongso pun melecut. “Rama iki ora mung mbahas bab jodomu wae, tapi uga sopo ingkang nerusake kadipaten iki mengko [Bapak ini bukan cuma membahas soal jodohmu saja, tapi juga siapa kelak yang akan meneruskan tahta kadipaten ini],” tutur Adipati Wongso dengan nada tinggi dan mimik tegang seraya dengan keras memukulkan tongkat kayunya ke lantai panggung.

Tapi cinta sudah terlanjur bersemi di jiwa Widyastuti. Melihat reaksi ayahnya, Widyastuti tetap berkeras.

Bahkan ia pun terpaksa harus berbohong. Kepada ayahnya ia mengaku telah mengandung darah daging Pambudi. “Duh Gusti!” teriak Adipati Wongso kian menjadi. Dengan raut muka megap-megap sembari telapak kanannya ia tempelkan erat di dada atas sebelah kiri.

Advertisement

Widyastuti hanya bisa terisak. Dengan suara parau yang lirih ia hanya bisa menyebut nama Pambudi berkali-kali.

Adegan pun berganti. Munculnya tokoh Tumenggung membuat cerita kian berwarna.

Tak hanya berperan sebagai Tumenggung saja, tokoh tersebut juga menjadi tokoh antagonis dalam cerita itu.

Adipati Wongso yang kecewa lantaran diketahuinya Widyastuti tengah berbadan dua, tak mau menunggu lama untuk mencarikan putrinya itu pendamping hidup. Hanya saja, ia mensyaratkan bahwa pendamping hidup putrinya itu haruslah seorang bujangan yang tak beranak-istri.

Advertisement

“Kowe gelem dadi mantuku? Tapi, syarat e kowe kudu ninggalake bojomu,” ujar Adipati Wongso dalam dialognya bersama Tumenggung.

Mendengar tawaran dari Adipati Wongso ditambah bayangan kecantikan serta kemolekan tubuh Widyastuti, Tumenggung pun enggan berpikir 2 kali. Ia pun menyanggupi tawaran dari rajanya itu.

Demi melancarkan hasratnya menikahi Widyastuti, ia pun berniat mencelakai Purwanti, istrinya. Beruntung, urung meninggal, Purwanti hanya mengalami cacat pada matanya.

Dengan kondisi yang buta, Tumenggung pun mengusir istrinya.

Tenggelam dalam perasaan sedihnya, Purwanti pun bertemu dengan Pambudi di jalan. Tak tega melihat seorang perempuan buta berjalan sendirian, Pambudi pun menolong perempuan itu dan membawanya pulang.

Saat Widyastuti mengunjungi Pambudi, barulah ia tahu bahwa Purwanti sejatinya adalah istri dari Tumenggung. Tak tunggu lama, Widyastuti pun melaporkan hal itu pada ayahnya.

Advertisement

Sudah barang tentu, kabar itu membuat Adipati Wongso naik pitam. Ia merasa dibohongi dan dilecehkan oleh bawahannya sendiri. Akhirnya, ia pun mau tak mau merestui hubungan antara Widyastuti dan Pambudi.

“Cerita memang sengaja saya buat happy ending. Itulah kenapa lakon ini saya berikan judul ‘Keplok’, sebagai simbol merayakan kemenangan cinta sejati,” ucap Angger saat dihubungi, Rabu (25/12).

Dituturkannya pula, tak seperti pada produksi sebelumnya, naskah lakon yang digarapnya kali ini juga murni carangan (gubahan). Artinya, baik cerita maupun tokoh dan penokohan dalam naskah lakon ‘Keplok’ itu diakuinya murni hasil proses kreatifnya tanpa harus menyadur ataupun mengadaptasi dari cerita-cerita sebelumnya.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif