Jogja
Kamis, 16 April 2015 - 20:20 WIB

KISAH INSPIRATIF : Alami Single Atrium, Ryan Semangat Kerjakan UN

Redaksi Solopos.com  /  Mediani Dyah Natalia  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Ryan Setyawardana (kanan) dan Yesika Intan Fernanda mengerjakan UN di Laboratorium Biologi SMAN 1 Prambanan, Rabu (15/4/2015). (JIBI/Harian Jogja/Bernadheta Dian Saraswati)

Kisah inspiratif berikut datang dari peserta UN 2015, Ryan Setyawardana yang mengalami single atrium.

Harianjogja.com, SLEMAN-Ryan Setyawardana, siswa kelas XII IPS 4 SMAN 1 Prambanan, Sleman, terpaksa menjalani Ujian Nasional (UN) terpisah dari teman-temannya. Di ruang laboratorium biologi yang terletak di sudut sekolah itu, ia berjuang menuntaskan pendidikan SMA-nya dengan mengerjakan setiap butir soal yang diujikan.

Advertisement

Dengan penuh ketelitian, satu demi satu soal berhasil ia lewati. Namun sesekali konsentrasinya buyar lantaran harus pergi ke belakang untuk buang air kecil. Di samping mejanya, tersedia air minum dan oksigen. Bahkan di luar ruangan, sebuah mobil jenis city car siap membawanya ke rumah sakit jika peristiwa buruk menimpa dirinya.

Ryan yang lahir pada 8 Agustus 1996 ini adalah peserta ujian yang mendapat perlakuan khusus. Bukan karena prestasi, melainkan karena penyakit. Ia menderita penyakit jantung single atrium.
“Arterinya cuma satu. Katup jantung yang seharusnya empat, cuma tiga sehingga tidak ada sekat yang memisahkan darah kotor dan darah bersih,” kata kakak Ryan, Sukamto, yang setia menunggu adiknya selama ujian.

Advertisement

Ryan yang lahir pada 8 Agustus 1996 ini adalah peserta ujian yang mendapat perlakuan khusus. Bukan karena prestasi, melainkan karena penyakit. Ia menderita penyakit jantung single atrium.
“Arterinya cuma satu. Katup jantung yang seharusnya empat, cuma tiga sehingga tidak ada sekat yang memisahkan darah kotor dan darah bersih,” kata kakak Ryan, Sukamto, yang setia menunggu adiknya selama ujian.

Pertumbuhan fisik Ryan juga terbilang lambat. Ia bertubuh kecil, pendek seperti ukuran anak sekolah dasar, dan punggungnya sedikit membengkok. Ia tidak mampu melakukan pekerjaan berat karena capai sedikit, ia akan sesak napas. Menurut Kamto, saat Ryan berusia dua tahun, dokter memvonis adik bungsunya itu mengidap flek paru-paru. Hingga ia duduk di kelas XII, ia rutin mengkonsumsi obat flek.

“Tapi pada November [2014] lalu dia pingsan karena ikut gerak jalan di sekolah, dan dia diketahui menderita single atrium,” kata Kamto.

Advertisement

Seuasi menjalani UN Bahasa Inggris, Ryan menuturkan dirinya tidak mengikuti pendalaman materi selama semester II. Setelah pingsan karena ikut gerak jalan di sekolah, ia kerap tidak masuk sekolah. Kondisinya melemah.

“Buat ngejar pelajaran ya cari materi sendiri sama pinjam catatan teman,” kata remaja yang bercita-cita menjadi pengusaha ini.

Ia ingin sekali melanjutkan pendidikan di tingkat perguruan tinggi. Sayang, orang tuanya menginginkan Ryan untuk beristirahat di rumah untuk memulihkan fisiknya.

Advertisement

Ryan tak sendiri. Di ruang laboratorium itu, ia ditemani seorang siswi yang mengalami kecelakaan saat mengikuti ujian praktik olah raga dua bulan lalu. Yesika Intan Fernanda namanya. Siswi kelas XII IPA 3 ini mengalami pergeseran sendi lutut kanan karena terpeleset saat akan melompat. Atas peristiwa itu, Yesika tidak mampu berjalan dan duduk dalam waktu yang lama. Saat mengerjakan soal UN, ia harus mengerjakan sembari berbaring di atas kasur milik sekolah.

Setiap pagi, sekolah menjemput siswa berumur 18 tahun di rumahnya di Dusun Gangsiran, Desa Madurejo, Kecamatan Prambanan, menggunakan mobil. Neneknya, Pawestri Rahayu, turut serta ke sekolah untuk menjaga Yesika selama UN.

Siswi yang tinggal bersama neneknya ini mengaku tidak kesulitan mengerjakan soal.

Advertisement

“Semua bisa dikerjain cuma matematika agak sulit,” kata siswi yang sudah sempat mengikuti Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN) di UNY dan UIN Sunan Kalijaga ini. Setelah lulus nanti, Yesika ingin meraih impiannya menjadi guru sehingga ia pun mendaftar Pendidikan Biologi dan Pendidikan Kimia di dua universitas itu.

Kepala Sekolah SMAN 1 Prambanan, Mawardi, mengatakan sekolah memberikan perlakuan khusus untuk Ryan dan Yesika. Sekolah juga menanggung biaya perawatan Yesika secara penuh. “Kedua siswa ini kebetulan sama-sama anak yatim. Melalui infak para guru saat pengajian, kami sedikit membantu,” kata Mawardi.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif