Jogja
Kamis, 16 April 2015 - 04:21 WIB

LAHAN PASIR MENDIT : Panataan Pakai Danais

Redaksi Solopos.com  /  Mediani Dyah Natalia  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - JIBI/Harian Jogja/Dokumen Ilustrasi

Lahan Pasir Mendit bakal ditata menggunakan danais.

Harianjogja.com, KULONPROGO—Lahan bermasalah yang merupakan milik warga Kulonprogo di wilayah perbatasan dengan Purworejo, Jawa Tengah, terus menjadi polemik. Persoalan status lahan tersebut akan diselesaikan elalui penataan pertanahan yang bersumber dari dana keistimewaan DIY.

Advertisement

“Tanah tersebut sebagian besar berstatus tanah Pakualaman. Salah satu pemanfaatan anggaran keistimewaan adalah untuk penataan pertanahan,” ujar Bupati Kulonprogo Hasto Wardoyo ditemui, Selasa (14/4/2015). (Baca Juga : LAHAN PASIR MENDIT : Siapakah Pemiliknya?)

Hasto mengatakan, Pemkab telah berkomunikasi dengan Pemerintah Kabupaten Purworejo. Dia berharap, penyelesaian persoalan itu dapat dimusyawarahkan bersama, agar warga di dua kabupaten ini dapat saling menjaga kerukunan.

“Kami tidak akan mengusir warga Purworejo yang berada di lahan tersebut. Namun, kami hanya ingin memperjelas status tanah yang ada di wilayah tersebut,” jelas Hasto.

Advertisement

Kepala Dukuh Pasirmendit Natsir Bintoro mengatakan, selama ini lahan tersebut telah dikembangkan sebagai kawasan tambak udang oleh masyarakat Jatikontal, Purworejo. Namun, sejak dikelola sebagai kawasan tambak, warga pemilik lahan justru tak menikmati hasil apapun.

“Kami ingin permasalahan ini dapat segera diselesaikan. Tanah yang dipergunakan oleh warga Purworejo itu bahkan mencapai luasan hingga 30 hektare,” ujar saat menemui kunjungan kerja DPRD Kulonprogo, Senin (13/4) lalu.

Natsir mengungkapkan, sudah puluhan tahun lahan tersebut dikelola oleh warga Purworejo. Padahal, status kepemilikan lahan itu adalah tanah Pakualaman, tanah hak milik dan tanah rawa. Dia menambahkan, bahkan setiap tahunnya para warga juga telah membayar pajak, namun selama ini tidak pernah memanfaatkan tanah tersebut.

Advertisement

“Sejak saya kecil, orang tua dan kakek saya telah menggarap lahan tersebut. Karena lokasinya yang cukup jauh, warga selama ini juga sulit mengawasinya. Bahkan, untuk memetik hasil panen juga sulit,” jelas Natsir.

Natsir menandaskan, tak heran apabila lahan tersebut pada akhirnya tidak dikelola warga. Dia menjelaskan, warga penggarap yakni warga Purworejo yang mengelola lahan tidak mengetahui asal tanah tersebut.

“Permasalahannya di warga penggarap yang tidak tahu status tanah itu. Kebanyakan dari mereka adalah generasi ke sekian, sehingga tidak tahu sejarah tanah itu. Permasalahan ini juga sudah pernah disampaikan Bupati Hasto di Purworejo. Namun, sampai saat ini juga belum ada kejelasan,” tandas Natsir.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif