Jogja
Kamis, 16 April 2015 - 05:21 WIB

Sistem Pengadaan Barang dan Jasa di DIY Perlu Diperbaiki

Redaksi Solopos.com  /  Nina Atmasari  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Foto ilustrasi (Harian Jogja/Kusnul Isti Qomah)

Sistem pengadaan barang dan jasa di DIY perlu diperbaiki

Harianjogja.com, JOGJA-Hasil survei pemantauan Pengadaan Barang dan Jasa (PBJ) di DIY yang dilakukan Forum Collaborative Action PBJ DIY menunjukan bahwa penyelenggaraan PBJ Publik di DIY cenderung masih menyimpang dari ketentuan yang berlaku.

Advertisement

Survei ini dilakukan oleh Komisi Informasi Daerah DIY (LOS-DIY) bersama-sama dengan Kemitraan Untuk Integritas, Kemitraan Bagi Pembaruan Tata Pemerintahan, Lembaga Konsumen Yogyakarta (LKY), beberapa perguruan tinggi, serta asosiasi usaha seperi Apindo,  Gapensi, Gapeknas, Gapensi, AKLI dan Ardin.

Salah satu peneliti di Forum Collaborative Action PBJ DIY, Widijantoro mengatakan survei dilakukan pada 21 November-24 Desember 2014 lalu, dengan mendatangi sebanyak 27 vendor (penyedia jasa) di wilayah Sleman, Bantul, Gunungkidul, Kulonprogo, Kota Jogja dan sebagain daerah pinggiran DIY. Widijantoro mengkaji berbagai permasalahan yang dikeluhkan vendor.

Advertisement

Salah satu peneliti di Forum Collaborative Action PBJ DIY, Widijantoro mengatakan survei dilakukan pada 21 November-24 Desember 2014 lalu, dengan mendatangi sebanyak 27 vendor (penyedia jasa) di wilayah Sleman, Bantul, Gunungkidul, Kulonprogo, Kota Jogja dan sebagain daerah pinggiran DIY. Widijantoro mengkaji berbagai permasalahan yang dikeluhkan vendor.

“Hasilnya, dari 27 vendor sebanyak 70 % [19 responden] menilai dalam tahap pelaksanaan pemilihan vendor masih banyak penyimpangan dari ketentuan pengadaan barang dan jasa,” terang Widijantoro seusai Deklarasi Forum PBJ Bersih DIY di Kepatihan, Selasa (14/4/2015).

Widijantoro mengungkapkan, dari catatan penyedia jasa, pada tahap pengumuman calon pemenang, vendor tidak dapat mengetahui hasil dari penilaian panitia beserta alasannya, sehingga vendor tak dapat memperbaiki kekurangan-kekurangan yang ada di perusahaannya.

Advertisement

“Dalam hal sanggah, nilai jaminan sanggah dinilai menjadi kendala utama,” katanya.

Demikian juga perlu dikembangkan tahapan pembukaan penawaran yang lebih transparan dengan melibatkan pihak atau saksi. ULP juga dinilai masih kurang jeli dalam memverivikasi lembaga atau badan usaha yang menjadi rekanan peserta lelang.

Widijantoro menambahkan, indeks persepsi vendor terhadap mekanisme pengadaan barang dan jasa cenderung negatif, yakni hanya 0,3%. Angka itu masih dibawah rata-rata nasional sebesar 0,79%.

Advertisement

Namun demikian, Widijantoro mengakui terdapat kecenderungan penyedia jasa menilai positif proses pengadaan barang dan jasa publik. Widijantoro menyebut, kontradiksi penilaian penyedia jasa sangat mungkin karena berkaitan dengan ‘style’ orang jawa yang ‘ewuh pakewuh’, tidak tegas dalam memberikan penilaian negatif.

“Kami beranggapan sebenarnya penyelenggaraan penyediaan barang dan jasa publik masih menyisakan berbagai persoalan,” ucap pria yang juga menjabat Ketua Lembaga Konsumen Yogyakarta ini.

Sementara itu Ketua Unit Layanan Pengadaan (ULP) DIY Joni Arifin menanggapi positif hasil survei tersebut. Ia mengakui masih ada kesalahan dan kelemahan dalam proses lelang barang dan jasa.

Advertisement

Menurut Joni, salah satu keluhan vendor selama ini adalah soal persyaratan. Pihaknya mengklaim sudah melakukan perubahan, di antaranya dengan menolak persyaratan yang berat dan tidak logis yang diusulkan oleh pemegang anggaran atau SKPD yang akan mengadakan barang dan jasa.

“Salah satu rekomendasi persyaratan yang dianggap tidak relevan sudah saya rubah,” ujarnya.

Joni menambahkan, tahun ini ada sekitar 680 paket lelang barang dan jasa. Namun, yang sudah sampai ULP baru sekitar 300an paket. Paket lelang pengadaan barang dan jasa itu semuanya bersumber dari APBD, belum termasuk yang bersumber dari APBN.

Advertisement
Kata Kunci :
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif