Jogja
Jumat, 17 April 2015 - 16:40 WIB

PENYEGELAN BALAIDESA : Saridjo Jadi Saksi Tiga Terdakwa

Redaksi Solopos.com  /  Mediani Dyah Natalia  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Mantan Ketua WTT Purwinto bersaksi atas kasus pengrusakan Balaidesa Glagah dengan terdakwa Wasiyo, Tri Marsudi dan Wakidi di Pengadilan Negeri Wates, Kamis (16/4/2015). (JIBI/Harian Jogja/Holy Kartika N.S.)

Penyegelan Balaidesa Glagah berlanjut dengan menghadirkan tokoh WTT.

Harianjogja.com, KULONPROGO – Persidangan lanjutan penyegelan dan perusakan Balaidesa Glagah berlanjut dengan menghadirkan tokoh Wahana Tri Tunggal (WTT), Saridjo sebagai saksi bagi tiga terdakwa lain. Dalam persidangan tersebut juga dihadirkan empat saksi lainnya di Pengadilan Negeri Wates, Kamis (16/4/2015). (Baca Juga : PENYEGELAN BALAI DESA : Eksepsi Sarijo CS Ditolak Hakim)

Advertisement

Sesuai BAP penyidik, Saridjo menjadi saksi bagi ketiga terdakwa yakni Wasiyo, Tri Marsudi dan Wakid. Ketiga terdakwa dijerat dengan pasal 170 KUHP tentang pengrusakan. Dalam kesaksiannya di hadapan majelis hakim yang diketuai Hakim Esther Megaria Sitorus, Saridjo mengaku, tidak melihat langsung peristiwa penyegelan balaidesa.

Namun, dia tak menampik, jika saat kejadian itu datang bersama dengan warga. Saridjo mengatakantujuan kedatangan itu untuk menanyakan perihal penghadangan terhadap warga WTT oleh petugas keamanan saat sosialisasi bandara pada 23 September 2014.

“Pada 30 September itu, kami datang ke balaidesa untuk bertanya kepada kepala desa alasan penghadangan itu. Namun, pak kepala desa menjawab tidak tahu. Lalu saat itu juga saya katakan, jika kepala desa tidak tahu berarti tidak bisa bertanggungjawab. Kalau begitu lebih baik kades mundur dan balaidesa ditutup,” papar Saridjo.

Advertisement

Selama menjadi saksi, Saridjo terus mengulang-ulang pernyataannya di hadapan majelis hakim. Dia menegaskan, saat berorasi, kondisi warga masih tenang. Dia mengatakan, saat itu meminta kepada kades untuk menghubungi bupati agar menemui warga. Namun, bupati ternyata dikabarkan sedang berada di Jakarta.

“Tapi kemudian adanya penyegelan [balaidesa] itu, saya tidak tahu kejadiannya. Saat itu pak kades pergi untuk pulang. Kemudian warga mengejar, lalu saya mencoba mencegah agar tidak terjadi sikap anarkis,” ungkap Saridjo.

Mantan petinggi WTT, Purwinto juga turut dihadirkan dalam persidangan tersebut. Kesaksian yang disampaikan Purwinto, seolah memecah ketegangan selama persidangan berlangsung. Purwinto memaparkan peristiwa yang terjadi di Balaidesa Glagah kala itu. Dia menegaskan, kedatangan warga 30 September silam hanya untuk menglarifikasi penyebab penghadangan warga WTT yang hendak mengikuti sosialisasi rencana pembangunan bandara pada 23 September sebelumnya.

Advertisement

“Jawaban kades saat itu tidak memuaskan kami, lalu tiba-tiba dia [kades] pulang tanpa pamit. Akibatnya, penyegelan terjadi, warga berteriak, kades lari, kades lari. Kemudian ada warga yang bilang, segel, segel,” jelas Purwinto.

Kepada majelis hakim, Purwinto mengatakan, kejadian itu spontanitas terjadi. Saat ditunjukan sejumlah barang bukti berupa kayu dan paku, dia mengakui, barang itu digunakan untuk menyegel balaidesa. Namun, pihaknya tidak mengetahui proses penyegelan.

“Kalau kayu yang untuk menyegel ini memang sudah ada di sekitar kantor balaidesa. Tapi paku dan lain-lainnya saya tidak tahu,” ungkap Purwinto.

Selain menghadirkan Saridjo dan Purwinto sebagai saksi, tiga saksi lainnya juga turut menyampaikan kesaksiannya. Diantaranya salah satu warga WTT Ferry, Staf Kecamatan Temon Sumarno dan Staf Desa Glagah Sal Sumarto.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif