Jogja
Jumat, 24 April 2015 - 11:40 WIB

PENYEGELAN BALAI DESA : Sarijo Hadirkan Saksi Ahli Hukum UII

Redaksi Solopos.com  /  Nina Atmasari  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Ilustrasi (JIBI/Harian Jogja/Reuters)

Penyegelan Balai Desa yang dilakukan Sarijo CS, masih diproses hukum di Pengadilan Negeri Wates

Harianjogja.com, KULONPROGO – Persidangan lanjutan kasus perusakan dan penghasutan yang dilakukan Saridjo CS di Balai Deas Glagah Temon Kulonprogo kembali digelar Majelis Hakim Pengadilan Negeri Wates, Kamis (23/4/2015).

Advertisement

Kuasa Hukum terdakwa mengadirkan saksi ahli dari Fakultas Hukum UII Yogyakarta.

Saksi ahli hukum terdakwa, Arif Setiawan dihadirkan guna mendengarkan keterangan terkait pasal 160 KUHP yang didakwakan kepada Saridjo. Saat memberikan keterangan dihadapan Hakim Ketua Esther Megaria Sitorus, Arif menuturkan, pasal itu merupakan salah satu pasal yang dibuat untuk mengatasi persoalan-persoalan pergerakan.

“Pasal ini termasuk pasal yang bersifat kolonialistik. Pasal 160 itu merupakan peninggalan jaman penjajahan Belanda yang digunakan untuk menghambat pergerakan rakyat,” ujar Arif.

Advertisement

Arif menjelaskan, persoalan yang digerakkan seperti yang dimaksud dalam KUHP adalah gerakan yang membuat orang melakukan perbuatan melawan hukum.

Pasal 160 KUHP pernah diujikan oleh Mahkamah Konstitusi dan dinyatakan sebagai pasal konstitusional bersyarat. Arif mengatakan, oleh MK pasal tersebut dinyatakan sebagai delik formil.

“Kaitannya dengan kasus ini, maka harus dibuktikan kausalitasnya. Apakah hasutan yang dimaksud mengakibatkan orang tergerak melakukan perbuatan dilarang atau tidak,” jelas Arif.

Advertisement

Penasihat Hukum terdakwa Hamzal Wahyudin di sela-sela sidang mengajukan pertanyaan. Dia menanyakan, konteks kalimat orasi yang disampaikan kliennya.

“Apakah kalimat Kalau pak kades tidak bisa mengayomi rakyatnya, lebih baik turun [dari jabatan] kantor ditutup. Kemudian penyegelan terjadi,” ungkap Wahyudin.

Arif menandaskan, kalimat tersebut perlu dicermati oleh ahli yang tepat dalam hal ini ahli bahasa. Namun, secara pandangan hukum, kalimat tersebut ada tidak mengandung ajakan melanggar hukum.

Kasus yang digelar tersebut merupakan buntut dari peristiwa penyegelan Balai Desa Glagah oleh sekelompok warga yang tergabung dalam Wahana Tri Tunggal (WTT) pada 30 September 2014 lalu.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif