Jogja
Selasa, 28 April 2015 - 08:20 WIB

Truk Pasir Diduga Jadi Pemicu Ambrolnya Jembatan Turi

Redaksi Solopos.com  /  Nina Atmasari  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Foto ilustrasi penambangan liar (Rima Sekarani/JIBI/Harian Jogja)

Truk pasir diduga menjadi penyebab ambrolnya jembatan Turi Sleman

Harianjogja.com, SLEMAN – Truk pasir diduga menjadi penyebab ambrolnya jembatan jalur alternatif Magelang – Solo yang berlokasi di Dusun Pules Lor, Donokerto, Turi, Sleman. Tiap harinya ada sekitar 700 truk bertonase tinggi melintas di atas jembatan tersebut.

Advertisement

Kepala Desa Donokerto, Kecamatan Turi, Sleman Waluyo Jati menegaskan banyaknya truk pasir melintas menjadi penyebab ambrolnya jembatan di Pules Lor.

Dalam catatannya tiap hari sekitar 700 truk bermuatan pasir melebihi tonase yang melintas di jalur tersebut selama 24 jam. Mereka memilih jalur itu karena lebih cepat terutama truk dari luar seperti Semarang, Magelang dan Purworejo.

Truk itu mengangkut pasir dari sejumlah lokasi penambangan pasir seperti area Kecamatan Turi, Pakem hingga Cangkringan. “Ini sudah lama jadi keluhan warga. Saya sudah sampai ke dewan ke pemkab tapi sama saja masih ada truk pasir,” terangnya, Senin (27/4/2015).

Advertisement

Ambrolnya jembatan utama itu, lanjutnya, menjadi tamparan bagi pemerintah kabupaten maupun propinsi agar lebih tegas menangani penambangan. Ia meyakini kerugian ambrolnya jembatan tak sebanding dengan retribusi pasir yang masuk ke kas daerah. “Ini menjadi ancaman bagi jembatan lain di Sleman,” tegasnya.

Ia menambahkan kerusakan jalan maupun jembatan, sebenarnya bisa diantisipasi jika intensitas truk melintas dapat diminimalisir. Banyaknya truk tersebut karena pemerintah dengan mudah memberikan ijin beroperasinya alat berat.

Padahal dalam bisnis tersebut tiap alat berat ditarget harus melayani ratusan truk mengingat sewa eskavator tergolong mahal. Maka wajar ketika tiap hari ada sekitar 700 truk yang mengaspal di desanya hingga membuat ambrolnya jembatan.

Advertisement

Waluyo berpendapat dampak beroperasinya alat berat di area tambang berbeda dengan penambangan manual yang cenderung menjadikan tidak banyak truk melintas. Selain itu penambangan tanpa alat berat juga dapat memberikan pekerjaan bagi warga lokal dalam jangka panjang untuk menambang manual.

“Kalau pakai backhoe, konsentrasi lewatnya truk lebih banyak. Kalau pakai manual, tenaga warga saya yang di atas itu bisa dipergunakan untuk menaikkan pasir. Kalau pemerintah dari dulu bisa seperti itu, saya kira tidak separah ini. Tidak akan ada kelebihan muatan,” ungkapnya.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif