Desa-desa di Bantul mengaku kesulitan menyusun APBdes
Harianjogja.com, BANTUL—Pemerintah desa di Bantul kelimpungan menyusun Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDes).
Akibatnya, alokasi Dana Desa (ADD) miliaran rupiah bakal tidak cair April ini. Sejumlah pemerintah desa di Bantul mengaku kesulitan menyusun APBDes 2015. Padahal APBDes menjadi salah satu syarat pencairan ADD senilai rata-rata Rp1 miliar lebih tiap desa.
Kepala Desa Dlingo, Kecamatan Dlingo, Bahrun Wardoyo menyatakan, jangankan menyelesaikan APBDes, hingga saat ini saja lembaganya belum memulai penyusunan.
Kepala Desa Dlingo, Kecamatan Dlingo, Bahrun Wardoyo menyatakan, jangankan menyelesaikan APBDes, hingga saat ini saja lembaganya belum memulai penyusunan.
Alhasil, APBDes Desa Dlingo dipastikan tidak akan selesai April ini, kendati pencairan ADD dijadwalkan April. “Mei saja belum tentu selesai, sesuai sosialisasi Pemkab, Dlingo dapat jatah ADD Rp1,2 miliar pada 2015,” kata Bahrun, Rabu (29/4/2015).
Menurut Bahrun, kesulitan penyusunan APBDes karena ada perubahan aturan format penyusunan. Misalnya bila dahulu dalam APBDes dipaparkan belanja langsung dan tidak langsung, saat ini keduanya dihapuskan. Anggaran langsung digunakan untuk program kegiatan.
Contoh lainnya dalam hal pengadaan barang dan jasa. Perangkat desa menurutnya tidak tahu standar harga barang dan jasa (SHBJ). Sementara disisi lain, sampai detik ini belum ada aturan petunjuk teknis (juknis) penyusunan APBDes berupa Peraturan Bupati (Perbup).
“Bahkan sampai sekarang kami juga belum mendapat pendampingan dari Pemkab Bantul,” lanjutnya,
Kepala Desa Srigading, Kecamatan Sanden, Wahyu Widodo juga mengaku kelimpungan menggarap APBDes. Desa Srigading sebelumnya telah selesai menyusun APBDes menggunakan format lama. Namun karena harus menyesuaikan dengan format atau aturan baru, terpaksa APBDes yang telah selesai itu dirombak lagi.
Belum lama ini, Pemkab Bantul sudah terjun ke Kecamatan Sanden memberi pendampingan pada pemerintah desa dalam menyusun APBDes. Namun tetap saja, perangkat desa masih kebingungan.
“Misalnya dulu di APBDes ada honor untuk guru Taman Kanak-Kanak yang dimiliki pemerintah desa. Tapi sekarang tidak boleh pakai istilah honor harus berupa kegiatan, kan kami bingung,” tutur Wahyu Widodo.
Format APBDes dengan sistem baru juga lebih rinci. Misalnya untuk biaya rapat berapa kali dan pengadaan konsumsi snack berapa banyak harus dicantumkan dengan detail.