Jogja
Selasa, 4 Agustus 2015 - 06:20 WIB

FATWA HARAM BPJS : Pakar : Belum Berbentuk Fatwa, Ijtima

Redaksi Solopos.com  /  Mediani Dyah Natalia  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Diskusi terbatas yang mengusung tema Kontroversi BPJS : Syariah atau Tidak, Senin (3/8/2015). (JIBI/Harian Jogja/dok. Humas UMY)

Fatwa haram BPJS yang dilontarkan MUI diharapkan tidak ditelan mentah-mentah.

Harianjogja.com, BANTUL-Masyarakat diharapkan tidak menelan mentah pernyataan Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang mengharamkan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan. Sebab pernyataan tersebut belum berbentuk fatwa, melainkan masih ijtima.

Advertisement

Dosen Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY), Masyhudi Muqarrabin menjelaskan bahwa BPJS Kesehatan dikatakan haram oleh MUI karena ketidak jelasan alokasi dana yang dibayarkan oleh masyarakat. Adapun masyarakat diwajibkan membayar premi setiap bulan. Dana akan diambil ketika masyarakat jatuh sakit atau meninggal. Namun pada akad atau perjanjian awal, masyarakat tidak diberikan kejelasan kemana dana mereka akan diolah dan dialokasikan, sebelum diambil.

“Dengan landasan tersebut, maka MUI mengeluarkan statement haram terhadap sistem BPJS. Kalau suatu hal sudah dideteksi tidak halal, maka harus segera dikeluarkan fatwanya, supaya masyarakat tau hukumnya. Namun, secara teknis, hal tersebut tidak dapat secara langsung dan harus secara bertahap. Tetapi yang jelas fatwanya sudah dikeluarkan,” jelas Masyhudi dalam Diskusi terbatas  yang mengusung tema Kontroversi BPJS : Syariah atau Tidak, Senin (3/8/2015) seperti rilis yang Harianjogja.com terima.

Dari persoalan tersebut, Masyhudi menyampaikan pemerintah tidak perlu membuat BPJS versi syariah. Melainkan mengganti sistem BPJS menjadi lebih transparan. Agar diketahui bagaimana dana tersebut diolah.

Advertisement

Pakar ekonomi syariah UMY, Akhyar Adnan menjelaskan sesuatu menjadi haram karena adanya tiga faktor yaitu Maisir, Ghoror dan Riba.
“Ghoror adalah ketidakjelasan. Secara konvensional, nasabah tidak diberitahukan kemana dana mereka diputarkan. BPJS juga demikian. Oleh karenanya sejak awal BPJS bukan syariah,” ujarnya.

Ia juga menambahkan seharusnya MUI dapat mengkomunikasikan hasil ijtima’ secara baik sehingga dapat diterima oleh masyarakat luas. Menurut dia masyarakat menjadi gempar karena faktor sosiologis, yakni berita bahwa MUI telah mengeluarkan fatwa haram terhadap BPJS, padahal hal tersebut bukanlah fatwa MUI melainkan hasil ijtima’.

“Hal yang positif tapi disampaikan dengan tidak baik maka dapat berpengaruh terhadap pandangan masyarakat,” ujarnya.

Advertisement

Hadir dalam kesempatan tersebut, Direktur International Centre for Law and Sharia Studies (ICLASS) UMY, Khaeruddin Hamsin, Wakil Direktur Pengembangan dan Pelatihan Pendidikan ICLASS UMY, Iwan Satriawan selaku moderator serta delapan orang dosen dan dua mahasiswa.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif