Jogja
Sabtu, 15 Agustus 2015 - 04:20 WIB

MUSIM KEMARAU : Anggrek Merapi Perlu "Diinfus"

Redaksi Solopos.com  /  Mediani Dyah Natalia  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Ilustrasi anggrek/JIBI

Musim kemarau juga dirasakan di kaki gunung Merapi.

Harianjogja.com, SLEMAN – Kemarau panjang yang mengakibatkan kekeringan ekstrem, berdampak pada pelestarian dan pembudidayaan tanaman endemik lereng Gunung Merapi Anggrek Vanda Tri Color. Tanaman ini harus dipasang infus untuk memenuhi kebutuhan air agar bertahan hidup.

Advertisement

“Sudah sekitar sebulan terakhir ini tanaman Anggrek Vanda Tri Color harus diinfus dengan air yang diambil dari Bukit Turgo,” kata Musimin, pembudidaya anggrek di Dusun Turgo, Desa Purwobinangun, Kecamatan Pakem, Kabupaten Sleman, Jumat (14/8/2015).

Menurut dia, sejumlah tanaman anggrek yang diinfus tersebut termasuk yang telah diadopsi masyarakat umum beberapa waktu lalu sebanyak 23 tanaman.

Advertisement

Menurut dia, sejumlah tanaman anggrek yang diinfus tersebut termasuk yang telah diadopsi masyarakat umum beberapa waktu lalu sebanyak 23 tanaman.

“Setiap satu infus, menghabiskan lima jerigen air yang berisi lima liter, untuk satu minggunya. Seminggu sekali kami isi ulang airnya,” katanya.

Ia mengatakan, air untuk infus tersebut diambil dari mata air yang ada di Bukit Turgo yang berjarak sekitar tiga kilometer dari kebun budi daya anggrek.

Advertisement

Musimin mengatakan, jika nantinya akan ada masyarakat yang kembali melakukan adopsi anggrek lagi, maka baru bisa dilayani saat datang musim hujan, agar di awal perawatannya, tidak terlalu berisiko terhadap kebutuhan airnya.

“Sebenarnya tetap bisa hidup, meski diinfus. Jika ada masyarakat yang ingin mengadopsi anggrek akan dilayani, tapi baru bisa dilakukan di awal musim hujan,” katanya.

Adopsi anggrek endemik Merapi, salah satunya jenis Vanda Tri Color, baru dimulai pada Februari 2015, hingga saat ini sudah ada 23 tanaman yang sudah diadopsi masyarakat umum.

Advertisement

Masyarakat yang berminat untuk berpartisipasi dalam menyelamatkan tanaman yang sempat hampir punah karena erupsi Merapi 1994 silam, diharuskan untuk menyetorkan sejumlah uang. Yang digunakan untuk perawatan selama proses adopsi.

Setelah dua tahun dari mulai adopsi, maka tanaman tersebut dilepasliarkan di kawasana hutan lereng Gunung Merapi oleh orang tua dari pengadopsi.

“Pertama adopsi pada Februari lalu. Jadi untuk pelepasliaran baru akan dilakukan 2017 nanti,” katanya.

Advertisement

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif