Jogja
Jumat, 4 September 2015 - 11:20 WIB

KRATON JOGJA : Istri Kelima HB IX dalam Kenangan Keluarga

Redaksi Solopos.com  /  Nina Atmasari  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Sultan Hamengku Buwono X dan GKR Hemas saat melihat peti jenazah KRAy Nindyokirono, isteri HB IX di Bangsal Manis, Komplek Kraton, Kamis (3/9/201). (Harian Jogja/Ujang Hasanudin)

Kraton Jogja berduka. Istri kelima HB IX wafat pada Kamis (3/9/2015)

Harianjogja.com, JOGJA- Noerma Musa, pendamping terakhir sang raja Jogja ke-9 telah berpulang.  Di usianya yang ke-85 tahun, perempuan bergelar KRAy Nindyokirono itu kini sudah berbaring untuk selamanya. Seperti apa suasana pemakamannya?

Advertisement

Peti kayu bertudung putih kian berguncang saat keempat pundak kokoh para bergodo berbaju merah mulai letih memanggulnya. Sambil sesekali menghela nafas, satu persatu dari ribuan anak tangga mereka jajaki.

Beberapa pria bersurjan mendahului langkah mereka. Sambil terus menunduk, salah satunya menapaki anak tangga dengan terus membopong sebingkai foto perempuan berkonde.

Advertisement

Beberapa pria bersurjan mendahului langkah mereka. Sambil terus menunduk, salah satunya menapaki anak tangga dengan terus membopong sebingkai foto perempuan berkonde.

Tak seperti pemakaman kerabat raja lainnya, pemakaman KRAy Nindyokirono tak banyak diiringi pelayat. Hanya tampak beberapa kerabat keraton dan puluhan abdi dalem saja yang mengiringi jenazah istri Hamengku Buwono (HB) IX itu.

Tak hanya itu, prosesi yang dilakukan juga terkesan sederhana. Suasana hening kompleks Makam Raja Imogiri hanya sedikit riuh oleh lantunan lafadz tahlil yang terdengar samar. Memang, tak banyak prosesi untuk mengiringi persemayaman ibu negara yang bernama asli Noerma Musa itu. Sekadar prosesi.

Advertisement

Sebelum dimasukkan ke liang lahat, beberapa juru kunci pemakaman sempat kebingungan. Pasalnya, peti kayu yang menjadi kotak persemayaman jenazah istri kelima HB IX itu berukuran sedikit lebih tebal. Akibatnya, peti itu pun tak muat masuk ke liang lahat. “Akhirnya kami pun mencarikan peti baru,” kata salah satu juru kunci seusai prosesi pemakaman.

Ia dan abdi dalem lainnya tampak murung. Sesekali mereka tersenyum. Itu pun lebih karena sekadar membalas senyum dari beberapa kerabat keraton yang datang menyapa.

Kendati bukan berasal dari kalangan ningrat, sosok KRAy Nindyokirono mampu memainkan peran sebagai seorang istri raja. Tata laku yang santun, wibawa yang tinggi, hingga keteguhannya memegang tradisi Jawa membuat para abdi dalem merasa dekat.

Advertisement

Ahmad, salah satu abdi dalem mengakuinya. Menurutnya, sosok KRAy Nindyokirono sangat dekat dengan abdi dalem seperti dirinya meski kenyataannya, beliau lebih banyak menggunakan bahasa Indonesia.

Meski tak sering datang berkunjung, namun sekalinya datang, KRAy Nindyokirono selalu menyempatkan diri untuk berbincang dengan siapapun abdi dalem yang ada di dekatnya. “Beliau sangat dekat dengan kami.”

Sebelum prosesi pemakaman di Komplek Makam Raja Imogiri, kerabat keraton juga melakukan prosesi di Kraton Ngayogyakarta di hari yang sama. Lebih dari tiga jam, sejumlah pelayat tampak memadati kawasan Bangsal Manis, mulai dari pimpinan Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) DIY, bupati dan walikota, pimpinan BUMN, BUMD, rektor dari beberapa kampus, hingga Menteri Agraria dan Tata Ruang, Ferry Mursyidan Baldan. Barulah, sekitar pukul 13.00 jenazah KRAy Nindyokirono pun dibawa ke Makam Raja Imogiri.

Advertisement

Di mata putri, sosok KRAy Nindyokirono lebih dari sekadar ibu. Meski bukan merupakan ibu kandung, namun bagi mereka KRAy Nindyokirono mampu menjadi ibu yang luar biasa. “Kami sampai merasa kalau beliau itu adalah ibu kandung kami sendiri,” ucap KGPH Hadiwinoto.

Semasa menjadi pendamping ayahnya, KRAy Nindyokirono mampu menjalankan perannya dengan sangat baik. Tak hanya sebagai istri, KRAy Nindyokirono juga mampu menjalankan perannya sebagai rekan diskusi yang baik.

Tak heran, sebagai seorang istri raja, KRAy Nindyokirono memiliki kemampuan penguasaan beberapa bahasa asing, seperti bahasa Inggris dan Belanda. Itu jelas banyak membantu ayahnya saat menjalankan misi diplomasi.

Namun sayangnya, ia sendiri sudah cukup lama tak bertemu dengan perempuan yang menjadi istri kelima ayahnya itu. Hanya sekadar bertukar kabar, katanya. “Sudah 10 tahun terakhir,  beliau sakit. Maklum usianya juga sudah sepuh.”

Tak hanya Gusti Hadi, begitu ia biasa disapa, adik HB X GBPH Prabukusumo menilai, sosok KRAy Nindyokirono adalah seorang istri yang pandai menyenangkan suami. Ibunya itu selalu tahu bagaimana cara membuat ayahnya terlihat berwibawa. “Pakaian yang dipilih beliau selalu cocok dan pantas dipakai oleh rama,” ujarnya.

HB IX sendiri menikahi KRAy Nindyokirono, yang bernama asli Noerma Musa, pada tahun 1976. Ketika itu, KRAy Nindyokirono berstatus sebagai istri kelima. Sebelumnya, HB IX  sudah menikahi empat perempuan lainnya terlebih dulu, yakni KRA Pintakapurnama, Ray Adipati Anum, KRA Hastungkara, dan KRA Ciptamurti.

Dari beberapa literatur, tertulis bahwa sebelum dinikahi HB IX, Noerma Musa memang bukan orang baru di kalangan para pemimpin bangsa. Beliau sempat menjadi orang nyaris selalu dipercaya Soekarno untuk menjadi dirijen saat menyanyikan lagu Indonesia Raya di Muntok, Bangka, tempat kelahiran Noerma.

Dari sosok Noerma inilah Soekarno berutang jasa atas upayanya menyebarluaskan semangat lagu kebangsaan itu ke dunia luar saat Soekarno berada di pengasingan di Muntok.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif