Jogja
Jumat, 2 Oktober 2015 - 20:20 WIB

PILKADA BANTUL : Kasus Dugaan Penganiayaan Panwascam, Polres Hanya Tetapkan Satu tersangka

Redaksi Solopos.com  /  Nina Atmasari  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Seruan pilkada adil (Harian Jogja-Arief Junianto)

Pilkada Bantul tercoreng dengan adanya kasus penganiayaan panwascam

Harianjogja.com, BANTUL– Kepolisian Bantul dituding mengerdilkan kasus pemukulan anggota panitia pengawas kecamatan (Panwascam) Sanden oleh anggota satuan tugas (Satgas) PDIP, dari pengeroyokan menjadi hanya penganiayaan. Korban mengklaim, belum semua pelaku penganiayaan itu tersentuh hukum.

Advertisement

Korban pemukulan Agus Santoso mengungkapkan, telah mendengar penetapan tersangka pemukulan oleh Polres Bantul. Polisi menyebut kasus yang terjadi pertengahan September di acara kampanye pasangan calon (Paslon) Sri Suryawidati-Misbakhul Munir itu murni penganiayaan. Padahal fakta di lapangan yang ia alami adalah pengeroyokan.

Ia tidak hanya dipukul oleh tersangka berinisial S dari arah depan. Sebelum itu, seseorang juga menendang korban dari arah belakang.

Advertisement

Ia tidak hanya dipukul oleh tersangka berinisial S dari arah depan. Sebelum itu, seseorang juga menendang korban dari arah belakang.

“Saya tahu persis yang menganiaya saya tidak cuma satu orang. Sebelum saya dipukul, saya lebih dulu ditendang dari belakang. Saat saya menoleh ke belakang orang itu lari, tidak lama lalu saya dipukul dari depan. Tidak mungkin yang memukul saya orang yang sama yang sudah menendang,” ungkap Agus Santoso, Kamis (1/10/2015).

Bahkan saat melapor ke polisi, Agus mengklaim dikeroyok bukan penganiayaan murni. Keputusan polisi yang menyatakan kasus ini murni penganiayaan menurut Agus membuat pelaku lainnya tidak tersentuh, selain satu pelaku berinisial S yang telah berstatus tersangka.

Advertisement

Antara lain Indonesian Court Monitoring (ICM), Masyarakat Transparansi Bantul (MTB), Forum LSM DIY, Sarang Lidi dan Persatuan Orang Tua Peduli Pendidikan. Direktur ICM Tri Wahyu menyatakan, polisi mengerdilkan kasus ini dari pengeroyokan (seperti dilaporkan korban) menjadi murni penganiayaan.

Padahal indikasi pengeroyokan menurutnya sangat jelas. Selain korban ditendang dari belakang dan dipukul dari depan, ada pelaku lainnya dari simpatisan paslon Sri Suryawidati-Misbakhul Munir yang memprovokasi melalui pengeras suara bahwa Panwascam berupaya membubarkan acara kampanye.

“Jelas pengeroyokan. Setidaknya polisi tidak hanya mencantumkan pasal penganiayaan tapi bisa juga dengan juncto [bertalian dengan]pasal pengeroyokan. Orang yang memprovokasi misalnya sesuai pasal bisa disebut turut serta menyebabkan peristiwa penganiayaan,” jelas Tri Wahyu.

Advertisement

Lebih jauh menurut Wahyu, kasus ini tidak boleh hanya berhenti pada ranah pidana. KPU Bantul harus aktif mendorong penuntasan kasus pemukulan yang menodai proses Pilkada di DIY itu. “KPU jangan hanya sekadar jadi EO [event organizer] penyelenggara Pilkada tapi juga menegakkan demokrasi,” tegasnya.

Kepala Satuan Reserse Kriminal (Reskrim) Polres Bantul Muhamad Kosim Akbar Bantilan sebelumnya menyatakan, hanya menerapkan Pasal 351 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) tentang penganiayaan karena menurutnya tidak ditemukan pelaku lain yang turut menganiaya. Alhasil Pasal 170 tentang pengeroyokan dianggap tidak berlaku.

“Karena itu kami memastikan tidak ada lagi tersangka lain, hanya satu yang berinisial S,” jelas Akbar Bantilan.

Advertisement

Sesuai KUHP, sanksi bagi tindakan penganiayaan hanya penjara maksimal dua tahun delapan bulan sedangkan pengeroyokan hukumannya di atas lima tahun penjara. Sekretaris Dewan Pimpinan Cabang (DPC) PDIP Bantul Kusbowo Prasetyo sebelumnya membantah anggotanya melakukan penganiayaan. “Itu [pemukulan] hanya spontanitas anggota kami saja,” dalih Kusbowo.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif