Jogja
Senin, 5 Oktober 2015 - 00:20 WIB

PERTANIAN BANTUL : Musim Kemarau, Air Irigasi Pun Harus Membayar

Redaksi Solopos.com  /  Nina Atmasari  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Ilustrasi petani kekeringan memanfaatkan air sumur untuk mengairi tanaman. (JIBI/Solopos/Antara/Aditya Pradana Putra)

Pertanian Bantul di musim kemarau membuat petani harus membayar untuk irigasi

Harianjogja.com, BANTUL-Musim kemarau berkepanjangan tahun ini benar-benar menjadi petaka bagi masyarakat Bantul, terutama petani. Betapa tidak, untuk mendapatkan air guna mengairi lahan mereka saja, mereka harus merogoh koceknya dalam-dalam.

Advertisement

Seperti Bakir, petani Dusun Nawungan I, Desa Selopamioro, Kecamatan Imogiri misalnya. Saat ditemui di lahannya, ia mengaku keberatan dengan tarif air yang dipatok oleh Kelompok Tani Lestari Mulya, Dusun Nawungan. Dengan tarif Rp20.000 per jam, diakuinya terlalu mahal bagi petani kecil macam dirinya. Terlebih, harga jual cabai dari petani kepada pedagang pengepul kini tengah anjlok hingga menyentuh angka Rp3.000 per kilogram.

Dengan harga itu, ia pun tak punya pilihan selain menunggu tanaman cabainya memerah untuk dipanen. Pasalnya, jika dibandingkan dengan harga cabai rawit hijau, harga cabai rawit merah sedikit lebih tinggi, yakni berkisar Rp4.000 per kilogram. Artinya, masa ia membutuhkan air pun bisa dibilang lebih panjang.

Advertisement

Dengan harga itu, ia pun tak punya pilihan selain menunggu tanaman cabainya memerah untuk dipanen. Pasalnya, jika dibandingkan dengan harga cabai rawit hijau, harga cabai rawit merah sedikit lebih tinggi, yakni berkisar Rp4.000 per kilogram. Artinya, masa ia membutuhkan air pun bisa dibilang lebih panjang.

Bakir menjelaskan, setidaknya selama 3-4 hari sekali ia selalu mengeluarkan uang setidaknya Rp200 ribu untuk mendapatkan suplai air guna mengairi lahan tanaman cabainya. Air itu ia tampung dalam embung yang sedalam kurang lebih 2 meter di sekitar lahannya.

“Mas lihat sendiri. Air di embung itu sekarang cuma setinggi perut saja lo. Itu artinya, besok saya harus beli air lagi,” ucapnya saat ditemui di lahannya, Jumat (2/10/2015) pagi.

Advertisement

Padahal, jika memang pengurus kelompok itu bisa lebih transparan, niscaya pihak petani non anggota pun tentu akan bisa memakluminya. “Karena mau tidak mau, kan kami tetap butuh air ini,” keluhnya.

Bahkan ketika ditanya mengenai keikutsertaannya menjadi anggota kelompok tersebut, pria yang akrab disapa Mbah Bakir ini mengaku sama sekali tak mengetahui bagaimana cara jika hendak menjadi anggota kelompok. “La wong saya tidak pernah diajak bergabung. Saya tidak tahu bagaimana caranya,” cetus Mbah Bakir.

Terpisah, Ketua Kelompok Tani Lestari Mulya Juwari membenarkan bahwa pihaknya memang tak melakukan sosialisasi apapun terkait harga air itu kepada seluruh petani. Diakuinya, sosialisasi tersebut hanya dilakukannya kepada petani yang tergabung sebagai anggota kelompok saja, baik Lestari Mulya maupun KWT (Kelompok Wanita Tani) Sekar Mulya.

Advertisement

Selain itu, ia pun membantah jika harga yang dipatoknya itu terlalu mahal. Terkait hal ini, ia mencoba membandingkannya dengan harga air di kawasan Gunungkidul yang harganya mencapai Rp40.000 per jam. “Tapi kalau di sana debitnya memang tinggi. Sedangkan di sini debitnya memang tak begitu besar, yakni sekitar 12,5 meter kubik per jam,” terangnya.

Diterangkannya, harga Rp20.000 per jam itu ditetapkannya dengan pertimbangan beberapa hal. Di antaranya adalah pembelian token listrik dan upah untuk operator yang jam kerjanya bisa mencapai 24 jam non stop.

Juwari menjelaskan, untuk tarif pulsa token listrik, setiap bulannya, pihaknya memang harus menyiapkan uang sekitar Rp3 jutaan. Sedangkan sisanya, ia pakai untuk membayar upah operator. “Oh iya, selain itu sekitar 25% masuk kas kelompok. Rata-rata sekitar Rp4-4,5 jutaan lah,” imbuhnya.

Advertisement

Memang, harga jual cabai saat ini memang tengah menurun drastis. Parahnya, di kawasan Nawungan itu, harga cabai jauh lebih rendah ketimbang di sentra cabai lainnya, yakni di lahan pesisir selatan Bantul.

Mugari, salah satu petani cabai di Samas mengakui, harga cabai di tempatnya kini berkisar antara Rp5-6.000 per kilogram untuk cabai rawit. Sedangkan untuk cabai merah keriting, harga jual dari petani masih bertahan di angka Rp7.000 per kilogram.

Sebagai catatan, pihak pemerintah kabupaten (Pemkab) Bantul tahun ini sudah membangun setidaknya dua unit sumur dalam di kawasan Nawungan I dan II yang tergolong sebagai lahan marjinal. Kenyataannya, sebelum adanya sumur itu, lahan di kedua titik itu tak produktif, terutama saat musim kemarau. Kini, kedua lahan itu tetap bisa ditanami kendati musim kering.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif