Jogja
Sabtu, 19 November 2011 - 10:43 WIB

Kasus bayi Bilqis terjadi di Bantul

Redaksi Solopos.com  /  Budi Cahyono  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Panduan Informasi dan Inspirasi

Masih ingat dengan Bilqis Anindya Passa, balita penderita penyakit hati (Atresia Biliaris) yang sempat menarik simpati publik hingga membuat gerakan Koin Untuk Bilqis?

Penyakit bawaan sejak lahir yang membutuhkan operasi cangkok hati itu juga menghinggapi Ahmad Nour Aqil Farid, bayi usia lima bulan asal Dusun Bakungan, DK III, RT 21, Trimurti, Srandakan, Bantul.

Advertisement

Ditemui di rumahnya yang sederhana, Jumat (18/11) siang, pasangan Muryatno, 36, dan Siam, 39, mengaku hanya bisa pasrah setelah anak keduanya divonis menderita Atresia Biliaris tipe III oleh tim medis RSUP Dr Sardjito, belum lama ini.

“Dokternya saja tidak bisa memperkirakan berapa biaya untuk operasi cangkok hati itu,” kata Siam lirih seraya meneteskan air mata. Di pangkuannya, Ahmad yang sekujur tubuhnya menguning itu masih tampak lincah bergerak layaknya bayi normal.

Advertisement

“Dokternya saja tidak bisa memperkirakan berapa biaya untuk operasi cangkok hati itu,” kata Siam lirih seraya meneteskan air mata. Di pangkuannya, Ahmad yang sekujur tubuhnya menguning itu masih tampak lincah bergerak layaknya bayi normal.

Siam menuturkan, penyakit bawaan yang menimpa anak bungsunya itu baru diketahui sekitar September lalu. Waktu itu usia Ahmad tepat menginjak dua bulan. Saat dibawa ke RSUD Panembahan Senopati Bantul, kedua bola mata Ahmad yang semula jernih telah menguning.

“Sore di RSUD Bantul, paginya langsung dirujuk ke RSUP DR Sardjito,” kenang Siam. Selama dua minggu dirawat inap di RSUP DR Sardjito, Ahmad sempat menjalani operasi. Menurut dia, rencananya operasi itu untuk memasang saluran empedu.

Advertisement

“Tetapi kata dokter, kalau saya memang sudah siap biayanya,” imbuh Suyatno. Berkaca pada kasus Bilqis, operasi cangkok hati diperkirakan menelan biaya sekitar Rp1 miliar.

Padahal, untuk melunasi biaya perawatan selama di RSUP DR Sardjito yang Rp9 juta, Muryatno menggantungkan pertolongan dari sejumlah sanak familinya. “Bantuan dari Jamkesos hanya setengahnya saja [Rp4,5 juta]” terang dia.

“Mustahil bagi kami mengumpulkan uang sebanyak itu,” kata Muryatno menerawang. Sebab, penghasilannya sebagai buruh pengangkut pasir di Kali Progo tidak menentu. Kadang satu hari hanya dapat Rp5.000, bahkan tidak jarang pulang tanpa sepeser pun uang.

Advertisement

Kepala Puskesmas Srandakan, Anugrah Wiendyasari mengatakan, penyakit bawaan yang diderita Ahmad terbilang langka dengan skala 1:15.000 kelahiran bayi.

“Ya, sama persis dengan yang dialami almarhumah Bilqis,” jelasnya. Selama ini, Wieandyasari menambahkan, kedua pasangan itu berkeluh kesah ke Puskesmas Srandakan, meminta solusi untuk biaya operasi anaknya.

“Maka itu, kami mohon bantuan pada pemerintah maupun pembaca yang budiman agar berkenan meringankan beban keduanya,” harap dia kemarin.(Wartawan Harian Jogja/Dinda Leo Listy)

Advertisement

HARJO CETAK

Advertisement
Kata Kunci :
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif