SOLOPOS.COM - Ilustrasi pemilihan umum kepala daerah (JIBI/Harian Jogja/Istimewa)

Pilkada 2017 gejolak di masyarakat banyak disebabkan hoax

Harianjogja.com, JAKARTA – Momentum pemilihan kepala daerah merupakan masa paling tinggi dalam penyebaran berita palsu (hoax). Kecenderungan itu tidak saja terjadi di Indonesia namun juga di negara maju seperti Amerika Serikat. Setelah melewati masa tersebut, tren penyebaran berita hoax menurun.

Promosi Pemilu 1955 Dianggap Paling Demokratis, Tentara dan Polisi Punya Partai Politik

Menurut Guru Besar Ilmu Komunikasi Universitas Padjajaran Deddy Mulyana, karakter asli masyarakat Indonesia yang tidak terbiasa berbeda pendapat atau berdemokrasi secara sehat merupakan salah satu faktor mudahnya menelan berita palsu yang disebarkan dengan sengaja.

“Sejak dulu orang Indonesia suka berkumpul dan bercerita. Sayangnya, apa yang dibicarakan belum tentu benar. Sebab budaya kolektivisme ini tidak diiringi dengan kemampuan mengolah data. Kita tidak terbiasa mencatat dan menyimpan data sehingga sering berbicara tanpa data. Sedangkan media sosial, sebagai sumber berita hoax, adalah kepanjangan panca indera manusia,” tuturnya seperti dikutip dari rilis yang Harianjogja.com, terima Rabu (8/2/2017)

Menurut mantan dekan Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Padjadjaran ini, masyarakat kita cenderung senang membahas aspek-aspek yang berkaitan dengan kekerasan, sensualitas, drama, intrik dan misteri.

“Politik adalah bidang yang memiliki aspek-aspek tersebut. Tidak heran kalau berita hoax sering sekali terjadi pada tema politik, khususnya saat terjadi perebutan kekuasaan yang menjatuhkan lawan seperti pilkada. “

Deddy menambahkan, rendahnya kecerdasan literasi masyarakat Indonesia juga menjadi faktor penyebab hoax mudah dikonsumsi.

“Apakah di Amerika tidak ada hoax? Tentu ada, tapi tidak massif seperti kita. Sebab apa, karena mereka telah melewati tradisi literasi sebelum masuk era sosial media. Sementara bangsa kita yang tidak hobi membaca buku ini tiba-tiba dicekcoki dengan banjir informasi di ranah digital. Dan karena sifat dasarnya suka berbincang, maka informasi yang diterima itu lalu dibagikan lagi tanpa melakukan verifikasi.” Edukasi Literasi

Fenomena masyarakat Indonesia yang senang menyebarkan berita hoax cenderung menurun untuk isu-isu tertentu. Hal ini dikemukakan oleh Luciana Budiman, Country General Manager Isentia saat melakukan pemantauan terhadap isyu-isyu hoax selama tiga bulan terakhir melalui media sosial.

“Kami memantau ada tiga isu besar selama kurun waktu dua bulan terakhir ini yaitu 31 Desember hingga 24 Januari, yaitu mengenai eksodus 10 juta pekerja China, wafatnya mantan presiden BJ Habibie serta miringnya jembatan Cisomang. Dua isu terakhir ini terdapat kurang dari 100 percakapan di media sosial, sedangkan isu pekerja negara asing terdapat dalam 1224 pembicaraan. Ini menunjukkan bahwa sebenarnya orang Indonesia sudah mulai bisa memilih dan memilah mana fakta yang perlu disebarluaskan dan mana berita yang belum valid,” ungkapnya.

Untuk isu 10 juta pekerja China, tambah Luciana, tidak saja media sosial yang membicarakannya melainkan juga media tradisional. Terdapat 118 artikel yang di berbagai media yang membahas tentang ini dan 54 persennya adalah media online.

“Surat kabar menempati posisi kedua dengan jumlah pemberitaan 43 persen, sedangkan televisi dan majalah hanya 3 persen saja. Sementara di ranah media sosial, Twitter menyumbang 86,74 persen pembicaraan, diikuti oleh Facebook 10,85 persen. Sisanya adalah forum online dan blog.”

Menurutnya lagi, berdasarkan pemantauan, media konvensional cenderung memilih bersikap netral dalam memberitakan hal yang belum diketahui validitasnya, sedang di media sosial sebagian netizen telah mengambil sentimen baik positif atau negatif.  Sikap netral merupakan keunggulan media konvensional dan dengan demikian media konvensional mampu memberikan edukasi bagi masyarakat untuk tidak turut membantu menyebarkan berita-berita hoax sebagai penyeimbang media sosial.

“Tentunya proses edukasi ini membutuhkan waktu sehingga nantinya masyarakat kita sudah paham dalam membedakan berita hoax dengan berita bermutu,” pungkasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya