SOLOPOS.COM - Warga tengah mencari ikan di tepian Kali Winongo, Selasa (22/9/2015). (Harian Jogja/Arief Junianto)

Kali Winongo di Bantul dipelihara oleh warga

Harianjogja.com, BANTUL-Manusia dan alam, dua hal yang sejatinya tak bisa dipisahkan. Keduanya saling butuh dan saling menjaga. Begitu juga dengan sungai. Kuatnya ikatan emosional itu ditunjukkan oleh warga 6 dusun, yakni Senggotan, Jogonalan Lor, Jogonalan Kidul, Glondong, Kweni, dan Gesikan.

Promosi Bukan Mission Impossible, Garuda!

Wajah kakek itu berbinar. Sesekali telunjuk diarahkannya kepada sekumpulan remaja yang tengah asyik bercanda berebut ikan di tepian. “Lihat, seharusnya dari kemarin-kemarin seperti itu,” katanya dari tepi Sungai Winongo, Selasa (22/9/2015) siang dengan suara samar lantaran kecipak riak sungai.

Sepintas, tak ada yang istimewa dari perawakan kakek bernama Waluyo itu. Satu-satunya yang membedakannya dengan kakek kebanyakan adalah semangatnya. Langkah kaki pria warga RT 02 Dusun Glondong DK X , Desa Tirtonirmolo, Kasihan masih terlihat tegap dan mantap. Cara bicaranya pun bergas, bahkan kadang sesekali terkesan berapi-api.

Meski tak pernah sekali pun meraup rupiah dan nafkah dari sungai yang berlokasi tepat di depan rumahnya itu, tapi bagi Waluyo, sungai itu lebih dari sekadar karya alam belaka. Sungai itu, bagi Waluyo adalah saksi bisu hidupnya sepanjang hayat.

Sedari ia masih kanak-kanak, Sungai Winongo masih selalu ada dan akan terus selalu ada hingga kini usianya telah senja. “Cuma sekarang lebih sempit. Tidak bisa lagi dipakai main oleh anak-anak. Berbeda dengan jaman saya waktu masih kecil dulu,” cerocosnya.

Mungkin karena itulah, ia menjadi sangat menyayangi sungai itu. Ia seolah tak rela jika sungai itu terluka. Ia tak ingin jika sungai itu menjadi rusak, apalagi berubah fungsi.

Buktinya, ia bersama warga RT 01 dan 02 Dusun Glondong DK X, berinisiatif untuk kembali menghidupkan sungai yang membelah 3 kabupaten/kota di DIY itu. Selama ini, Kali Winongo, begitu Waluyo dan warga setempat menyebutnya, memang seolah telah mati. Kehidupan ekosistem di dalamnya sudah tak lagi sehat. Ikan-ikan dewasa tak ada, ikan-ikan kecil  pun entah kemana. Ia mengaku, sudah sangat sulit menjumpai ikan berenang di permukaan air Kali Winongo.

Penyebabnya tak lain adalah ulah manusia sendiri. Menurutnya, penangkapan ikan secara terus menerus dengan menggunakan sengatan listrik, obat beracun, hingga jala tebar menyebabkan ikan dewasa berikut anakannya pun ikut terangkat.

“La ini kalau dilakukan bertahun-tahun ya jelas bikin ikan di Winongo ini habis.”

Karena itulah, cara satu-satunya untuk menghidupkan kembali Kali Winongo adalah dengan mengisinya dengan benih ikan. Harapannya, benih-benih ikan itu bisa terus bertumbuh dan menjadi penghuni baru Kali Winongo.

Menebar benih ikan di sungai tentu tak sama dengan mengisi ikan ke dalam akuarium ataupun kolam. Nyaris tak ada upah yang bisa didapatkan dari menebar benih ikan ke dalam sungai. Sekali tebar, benih ikan pun terbawa arus ke hilir.

Tapi justru itulah yang ingin dicapai oleh Waluyo dan warga Glondong DK X lainnya. Menebar lebih dari 2.700 benih ikan nila berukuran 6-7 sentimeter, serupa menebar mimpi dan masa depan akan kelestarian sungai Winongo itu sendiri. Benih-benih itu bukan sumbangan dari pengusaha swasta ataupun pemerintah setempat. Benih itu didapatnya dari hasil swadaya masyarakat dari tiga RT di wilayah Glondong DK X.

“Kami beli benih-benih itu dengan harga Rp250 ribu.”

Tak hanya itu, warga Glondong dan 5 dusun lainnya, yakni Senggotan, Jogonalan Lor, Jogonalan Kidul, Kweni, dan Gesikan secara serempak juga menggelar acara bersih sungai.

Memang, di wilayah hulu dan hilirnya, kealamian Sungai Winongo memang masih terjaga dengan baik. Masih banyaknya tanaman asli sempadan sungai, menyebabkan fungsi sungai sebagai pengendali banjir pun masih sangat efektif.  Pun sebagai penyangga kehidupan ekologi, sempadan itu pula menjadi surga bagi keanekaragaman hayati. “Tapi beda sekali lo dengan yang di kawasan perkotaan dan Bantul ini,” keluh Waluyo.

Tak hanya ikan yang perlahan mulai menghilang, sampah beraneka macam pun mulai berdatangan. Sebut saja misalnya di Bendung Merdiko, sebuah bendungan yang dibangun salah satu di kelokan Kali Winongo, tepat di depan rumah Waluyo.

Setiap harinya, tak terhitung jenis dan berat sampah yang tersangkut di pintu bendung. Mulai dari sampah plastik, sisa makanan, bahkan hingga bangkai binatang sudah menjadi pemandangan umum yang membuat warga sekitarnya mafhum.

Inisiatif Waluyo dan para warga itu tak pelak membuat Marwan, Lurah Desa Tirtonirmolo pun bangga. Aksi Waluyo dan warga ketiga RT itu setidaknya bisa menjadi teladan bagi masyarakat Bantul pada umumnya. “Terutama bagi warga yang tinggal di sekitar sungai,” katanya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya