SOLOPOS.COM - Aparat keamanan mengamankan warga yang dianggap menghalangi kegiatan pengosongan lahan terdampak Bandara New Yogyakarta International Airport (NYIA) di Kulonprogo, Selasa (5/12/2017). (Uli Febriarni/JIBI/Harian Jogja)

Pengosongan Lahan NYIA Ricuh.

Harianjogja.com, KULONPROGO–Aktivitas pengosongan lahan dan perobohan rumah warga, yang berdiri di atas calon New Yogyakarta International Airport (NYIA) diwarnai kericuhan, Selasa (5/12/2017). Sedikitnya 15 orang mahasiswa ditangkap petugas gabungan pengamanan.

Promosi Semarang (Kaline) Banjir, Saat Alam Mulai Bosan Bersahabat

Sebelumnya dilaporkan ada 11 orang yang ditangkap petugas pada Selasa siang. Hingga Selasa sore, jumlahnya bertambah menjadi 15 orang.

Kepala Satuan Reskrim Kepolisan Resor Kulonprogo (Kasat Reskrim Polres Kulonprogo), Ajun Komisaris Polisi Dicky Hermansyah mengatakan, belasan mahasiswa tadi langsung dibawa ke Mapolres Kulonprogo, untuk dimintai keterangan. Mereka diamankan dari lokasi, lantaran terlibat dalam aksi solidaritas penolakan pengosongan lahan NYIA, bersama warga yang tergabung dalam Pagubuyuban Warga Penolak Penggusuran Kulon Progo (PWPP-KP). Sebelumnya, mereka juga terlibat aksi dorong antara warga dengan aparat, sehingga belasan mahasiswa itu terpaksa diamankan, untuk meredam situasi yang sempat memanas di lahan yang telah mengantongi Izin Penetapan Lokasi (IPL) itu.

Ia menambahkan, mereka diamankan karena diduga telah melanggar Peraturan Daerah (Perda) Kabupaten Kulonprogo No.4/2013 tentang Ketertiban Umum. Karena diketahui, mereka sudah melanggar ketentuan yang diatur, yaitu menginap di rumah warga, tanpa izin dari pemerintah desa ataupun kecamatan. Dalam penindakan tersebut, akan dilimpahkan kepada Satuan Polisi Pamong Praja. Sementara itu, pada sekitar pukul 15.00 WIB diamankan lagi tiga orang, diperkirakan mahasiswa.

“Tapi kalau mereka kooperatif dalam pemeriksaan, maka mereka akan kami lepas,” ujarnya, Selasa (5/12/2017).

Koordinator Pantauan Lapangan Aliansi Tolak Bandara Kulonprogo, Heronemus Heron mengecam tindakan kekerasan yang dilakukan oleh pihak kepolisian dalam mengamankan rekan mereka. Menurut Heron, seharusnya aparat tidak mendukung para investor NYIA, dan tidak berlaku sewenang-wenang, bahkan sampai melakukan pemukulan kepada rekan mereka. Heron dan sejumlah rekan aliansi, sudah berada di kediaman warga penolak sejak 27 November 2017. Heron juga menilai, mereka tidak perlu mengajukan izin kepada Polres, atau sejumlah pihak lain, karena ketua Rukun Tetangga dan warga PWPP-KP telah mengetahui keberadaan mereka di sana.

Disinggung soal alasan aliansi membela warga penolak, ia menyatakan karena wilayah pembangunan NYIA merupakan lahan produktif. Ketika ada warga yang tidak mau lahannya dijual, maka harus dihormati. Penolakan dari warga, adalah sebuah kekuatan, dan mereka tetap tidak boleh digusur.

“Ketika tidak ada lahan, mau kerja di mana? Lebih penting dari itu, ada ikatan sejarah dan tanah,” katanya.

Tiga dari belasan mahasiswa yang diamankan aparat, saat pengosongan lahan IPL NYIA, mengaku merupakan pegiat Lembaga Pers Mahasiswa (LPM). Mereka mengaku, saat pengamanan dilakukan, sesungguhnya mereka sedang dalam aktivitas peliputan.

Salah seorang anggota Lembaga Pers Mahasiswa (LPM) Ekspersi Universitas Negeri Yogyakarta (UNY), Aris Setiawan Rimbawana menuturkan, sebelum diamankan oleh aparat, ia mendapat perlakuan kasar dari sejumlah aparat. Antara lain diseret, ditendang dan dijambak. Bahkan kartu pers dan kamera yang ia bawa disita.

“Kami mengikuti aksi solidaritas pada hari sebelumnya. Namun pada pagi itu, saya dan dua orang jurnalis kampus lainnya, satu dari Ekspresi dan satunya dari LPM Rhetor [Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Sunan Kalijaga] sedang melakukan peliputan,” terangnya, di Mapolres Kulonprogo.

Senada dengan Heron, ia juga menilai bahwa keberadaan mereka tidak memerlukan izin dari pemerintah desa. Karena seiring dengan proses pengosongan lahan di Desa Palihan, telah membuat struktur pemerintahan desa juga ikut hilang.

Wakapolres Kulonprogo, Komisaris Polisi Dedi Suryadharma menyatakan, dalam pengamanan mahasiswa tersebut tidak ada kekerasan yang dilakukan. Polisi hanya melakukan tindakan persuasif, kalaupun ditemukan ada yang terluka, dimungkinkan hal itu terjadi karena saat pengamanan ada yang terkena kayu ataupun bambu dan pepohonan, dan hal itu selanjutnya didramatisir.

Di lokasi pengosongan yang berada di Dusun Kragon II, aparat juga menemukan sejumlah kotoran sapi yang dibungkus menggunakan kantung plastik. Ia menduga, kotoran sapi terssebut sengaja disiapkan untuk menyerang aparat.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya