Jogja
Kamis, 7 Maret 2013 - 10:16 WIB

Alkid, Sepeda Kayuh dan Ciblek

Redaksi Solopos.com  /  Esdras Ginting  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Alun-alun Selatan Jogja/dok

Alun-alun Selatan Jogja/dok

Kawasan Plengkung Gading saat ini jadi tempat muda-mudi berbuat tak senonoh. Jauh sebelumnya kegiatan mesum juga terjadi di Alun-Alun Kidul yang jaraknya hanya beberapa meter dari Plengkung Gading. Bagaimana kondisinya sekarang? Berikut laporan wartawan Harian Jogja, Andreas Tri Pamungkas.

Advertisement

Sendi, 35, warga sekitar Alun-Alun Kidul (Alkid) berkisah. Beberapa tahun lalu dirinya kaget, karena  saat akan salat subuh di Masjid Marguyuwono Langenastran Lor No 9 di sekitar tempat wudu menemukan kondom.

Kondisi itu bisa terjadi, kata Sendi karena Alkid digunakan sebagai ajang nongkrong anak muda. Dan parahnya, di halaman Kraton Ngayogyakarta Hadiningrat itu sering digunakan sebagai tempat berbuat mesum. Bahkan di tempat yang terkenal dengan permainan masuk di antara dua beringin (Masangin) itu transaksi seksual sering terjadi.

Advertisement

Kondisi itu bisa terjadi, kata Sendi karena Alkid digunakan sebagai ajang nongkrong anak muda. Dan parahnya, di halaman Kraton Ngayogyakarta Hadiningrat itu sering digunakan sebagai tempat berbuat mesum. Bahkan di tempat yang terkenal dengan permainan masuk di antara dua beringin (Masangin) itu transaksi seksual sering terjadi.

Dulu sejumlah pedagang juga berperan sebagai perantara bagi anak baru gede (ABG) yang mencari teman kencan. Sendi menambahkan, pernah warga menjumpai sepasang muda-mudi bermesraan di jalan setapak di belakang Sasana Hinggil.

“Maka tak heran, kondom buangan itu tak hanya hanya ada pas hari liburan atau akhir pekan, tapi hari-hari biasa juga sering ada,” kata Sendi.

Advertisement

Booming permainan mobil kayuh menjadikan tempat itu banyak dikunjungi keluarga. Lambat laun, ABG penjaja cinta atau yang sering disebut ciblek terpinggirkan dari kawasan itu.
Meski banyak berubah, Sendi tak menampik, bisnis esek-esek masih tetap ada di tempat itu. Hanya dilakukan lebih rapi. Tukang parkir sekarang ini tak semua tahu di mana perantara penjual pemuas syahwat itu.

Terpisah, Tini (bukan nama sebenarnya), 40, merupakan salah satu anggota komunitas Alkid. Dulu Tini memiliki lahan yang dijadikan sebagai warung. Saat ada penataan oleh Pemkot Jogja, Tini memilih untuk menjual lahannya seluas dua meter persegi sebesar Rp3 juta, karena tidak menguntungkan.

Dia bersama suami dan anaknya, memilih menguasai lahan untuk digunakannya sebagai lahan parkir.  Selain mengelola parkir, Tini juga ikut- ikutan untuk menyewakan mobil kayuh. Dengan modal Rp6 juta, uang tersebut telah kembali.

Advertisement

Saat liburan, Tini dapat meraup keuntungan sampai Rp300.000 semalam dari persewaan kereta itu. Semakin panjang liburannya, semakin banyak pula keuntungannya. Dengan penghasilannya tersebut, belum lama ini ia membeli sepeda motor untuk keperluan sekolah anaknya dari usaha sepeda kayuh itu.

Saat membuka warung Tini mengaku memiliki koneksi ciblek. Kini kata Tini, mereka masih biasa berkumpul untuk sekadar arisan. Dia mengaku masih melayani pria hidung belang yang ingin mendapatkan ciblek. Koleksi itu didapatnya dari jaringannya terdahulu tersebut.

Tarifnya sekitar Rp200.000- Rp300.000. Tarif itu hanya short time sekitar dua sampai tiga jam.  Mereka tak melayani long time, kecuali si ciblek merasa tertarik. Pelanggan biasanya akan diperlihatkan dengan ciblek tersebut. Bisa di rumah yang jadi tempat mereka mangkal ataupun di Alkid.

Advertisement

Kalau tertarik, pelanggan dapat langsung membawanya pergi. Kalau tidak, Tini akan mencarikan stok lainnya lagi. Saat tahun baru lalu, stok Tini sudah banyak yang keluar. Ciblek- ciblek koleksinya berumuran sekitar 19 tahun sampai 20 tahun.

Perbuatan mesum di Alkid tentu saja merusak citra kawasan tersebut. Pasalnya, tempat itu merupakan penyeimbang Alun-Alun Utara. Gajah yang dulu dikandangkan di Alkid merupakan pralambang watak tenang. Karenanya, Alkid dianggap tempat palereman (istirahat) para Dewa. Alkid tak pernah lepas dari sejarah beringin kembar yang berada di tengah alun-alun.

Konon, sejumlah prajurit kerap mengadakan latihan konsentrasi dengan berjalan di antara dua beringin. Tradisi ini belakangan disebut dengan masangin ini. Dalam upacara kerajaan, tradisi masangin ini dilakukan setelah topo bisu yang diadakan setiap malam 1 Suro. Ritual dilakukan demi ngalap berkah dan memohon keselamatan Kraton.  Hanya saat ini Alkid sudah berubah.

Advertisement
Kata Kunci : Alkid Ciblek Mesum SEPEDA HIAS
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif