Jogja
Rabu, 11 April 2012 - 09:36 WIB

Antara Mbecak, Togel & Tugiman

Redaksi Solopos.com  /  Harian Jogja  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - KERJA—Tugiman menyewa becak untuk mencari nafkah bagi keluarganya (JIBI/Harian Jogja/Akhirul Anwar)

KERJA—Tugiman menyewa becak untuk mencari nafkah bagi keluarganya (JIBI/Harian Jogja/Akhirul Anwar)

Setiap hari Tugiman, 65, mengendarai sepeda motor bebek Astrea 800 keluaran era 80-an menuju tempat persewaan becak kawasan Pojok Beteng Kulon. Dia memulai profesi itu sejak 1964, waktu harga sewa masih Rp20 sampai sekarang Rp4.000 sehari.

Advertisement

Tugiman efektif bekerja mulai pukul 07.00 WIB, mengayuh sampai Pasar Kranggan yang jaraknya mencapai 10 kilometer. Perjalanan kurang lebih satu jam kemudian mangkal mencari penumpang.

Di depan Pasar Kranggan, tepatnya di pintu keluar sebelah barat Tugu Jogja, biasanya para penumpang menunggu. Setiap hari, belasan penarik becak berjejer rapi.

Advertisement

Di depan Pasar Kranggan, tepatnya di pintu keluar sebelah barat Tugu Jogja, biasanya para penumpang menunggu. Setiap hari, belasan penarik becak berjejer rapi.

Ketika ada jatah penumpang, Tugiman melaju dengan becaknya dan mendapatkan upah Rp5.000. Sampai pukul 11.00 WIB, Selasa (10/4), baru satu tarikan yang dilakukan Tugiman.

“Ini baru cukup untuk makan dan rokok. Belum ada yang dibawa pulang,” katanya di sela-sela menunggu penumpang di Jalan Diponegoro Gowongan, Kecamatan Jetis , Selasa (10/4).

Advertisement

Penghasilan jadi tukang becak dijadikan modal sebagai tulang punggung keluarga menghidupi istri dan satu anak yang masih duduk di bangku SD kelas VI. Dua anak lainnya sudah berkeluarga.

Istri tidak bisa bekerja, hanya bisa duduk di rumah karena sakit tertimpa buah kelapa. Luka bagian kaki tidak kunjung sembuh. Pernah diminta operasi dengan biaya Rp8 juta, tapi ditolak lantaran tidak punya biaya.

Ketika liburan sekolah atau long weekend baru terasa gurih. Mendapatkan uang Rp50.000 tidak perlu bersusah payah. Apalagi jika rombongan meminta untuk diantar ke pusat jajanan bakpia, Rp100.000 bisa dibawa pulang. Tapi kalau sudah liburan berakhir, kembali seperti semula, sepi.

Advertisement

Sepuluh tahun lalu, Tugiman punya penghasilan tambahan dari menjual nomor togel di Taman Hiburan Rakyat (THR) yang saat ini bernama Purawisata. Setiap malam bisa dapat penghasilan tambahan dari bagi hasil 20%. Namun semenjak kepemimpinan presiden yang baru ini, judi togel dilarang keras hingga dihapuskan.

Tidak dipungkiri, permainan judi semacam loda dan koni tiga nomoran mampu menarik kalangan bawah untuk mendapat tambahan uang dari hasil jualan kupon. Tugiman mengklaim, saat judi seperti itu dilegalkan, tidak banyak aksi kejahatan yang marak seperti akhir-akhir ini.

Sebaliknya, judi dihapuskan malah justru pejabat tinggi negara yang bermain. Salah satunya korupsi yang memakan anggaran rakyat triliunan rupiah. Memang secara langsung judi di kalangan bawah dilarang keras, tapi koruspi merajalela.

Advertisement

“Jualan nomor semalam dapat 20 persen, manusianya ada lapangan kerja. Saya sadar itu haram, tapi saya bela. Bandingkan sama korupsi triliunan, haram apa enggak itu,” tegasnya.

Saat masih dilegalkan, judi togel sudah seperti jualan kacang. Laris manis, karena masyarakat banyak yang beli. Pada waktu itu Tugiman keliling perkampungan tidak ada yang melarang.

“Sekarang sudah judi dihapuskan, minuman keras masih eksis di lapangan. Sebagai kalangan masyarakat bawah saya resah dengan kebijakan tersebut,” ujarnya.

Tukang becak lainnya, Wasino,56, warga Tepus, Gunungkidul juga merasakan hal yang sama. Hari-hari biasa, bagi tukang becak sepi, hanya pengunjung pasar Kranggan saja. “Enaknya hari libur, banyak wisatawan tukang becak panen,” jelasnya.

 

Advertisement
Kata Kunci : Becak Togel
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif