Jogja
Sabtu, 7 September 2013 - 21:20 WIB

Antisipasi Kekeringan, Pemerintah Perbanyak Embung

Redaksi Solopos.com  /  Maya Herawati  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Embung akan diperbanyak di Indonesia untuk mengantisipasi kekeringan. (JIBI/Harian Jogja/Joko Nugroho)

Embung akan diperbanyak di Indonesia untuk mengantisipasi kekeringan. (JIBI/Harian Jogja/Joko Nugroho)

Harianjogja.com, JOGJA-Pemerintah memperbanyak pembangunan embung dan waduk untuk mengantisipasi kekurangan atau krisis air.

Advertisement

“Pembangunan embung dan waduk itu terutama di daerah curah hujan tipis dan daerah rawan air seperti Nusa Tenggara Timur (NTT) dan sepanjang pantai utara Jawa,” kata Wakil Menteri Pekerjaan Umum Hermanto Dardak, di Jogja, Sabtu (7/8).

Pada seminar Water Related Disaster Solutions, ia mengatakan, urbanisasi akhir-akhir ini yang cukup pesat akan berpengaruh pada kebutuhan air.

“Apabila hal itu tidak segera diatasi dan dicarikan solusinya, maka di perkotaan akan terancam kekurangan atau krisis air. Beberapa kalangan berpendapat bahwa kekurangan atau krisis air itu lebih berbahaya dari nuklir,” katanya.

Advertisement

Wakil Menteri Bidang Teknik Kementerian Pertanahan, Infrastruktur, Transportasi, dan Turisme Jepang, Toshiyuki Adachi mengatakan, Indonesia dan Jepang mempunyai geografi dan bencana hampir sama.

Menurut dia, apabila di Jepang ada bencana tsunami di Indonesia juga ada, sedangkan apabila di Indonesia ada gempa bumi di Jepang pun ada.

“Oleh karena itu saya mengapresiasi dan mendukung Indonesia sebagai ajang kegiatan itu dan akan berbagi pengalaman, karena sudah berpengalaman dalam mengatasi bencana termasuk bencana terkait pengairan seperti banjir,” katanya.

Advertisement

Selain itu permasalahan yang dihadapi terkait dengan air juga sama, yakni penggunaan air secara berlebihan. Jepang memiliki berbagai variasi teknologi untuk penanganan bencana dan pascabencana.

“Hal itu termasuk pencegahan bencana melalui teknologi dam yang mutakhir, di antaranya teknologi yang telah diterapkan seperti sabo dam pada aliran sungai yang berhulu di Merapi dan dianggap cukup efektif untuk menahan lajunya banjir lahar,” katanya.

Ketua Panitia Pitoyo Subandrio mengatakan, seminar itu diikuti sekitar 300 ahli hidraulik Indonesia dan beberapa negara Asia Pasifik.

“Seminar itu diselenggarakan Kementerian PU bekerja sama dengan Pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), UGM, JICA, dan Himpunan Ahli Hidraulik Indonesia (HATHI),” katanya.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif