SOLOPOS.COM - Aksi diam bentuk solidaritas pelajar di Tugu Jogja, yang tergabung dalam Aliansi Pelajar Jogja atas peristiwa klitih dan kekerasan antar pelajar yang terjadi beberapa waktu lalu, Minggu (18/12/2016). ( Holy Kartika N.S/JIBI/Harian Jogja)

Solopos.com, JOGJA — Asal usul klitih di Jogja ternyata sudah ada sejak 1990-an. Fenomena ini kembali terjadi di Kota Pelajar pada Selasa (7/2/2023) yang viral di media sosial.

Bahkan, video aksi klitih yang terjadi di Titik Nol Kilometer Jogja pada dini hari tersebut juga tersebar luas di media sosial. Dari video itu, tampak beberapa pemuda menganiaya seorang pemuda dengan cara dibacok menggunakan celurit berkali-kali.

Promosi Pembunuhan Satu Keluarga, Kisah Dante dan Indikasi Psikopat

Tak butuh waktu lama, aparat kepolisian berhasil menangkap pelaku klitih di Titik Nol Kilometer Jogja tersebut pada Kamis (9/2/2023). Mereka ditangkap polisi saat hendak melarikan diri ke Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah.

Atas peristiwa tersebut, bagaimana asal usul atau awal mula klitih menjadi fenomena kekerasan di Kota Jogja?

Kata klitih berasal dari bahasa Jawa yang berarti aktivitas untuk mencari angin di luar rumah. Selain itu, ada juga yang menyebut bahwa klitih diambil dari sebutan Pasar Klitikan di Jogja, yang diartikan sebagai aktivitas santai sambil mencari barang bekas yang dalam bahasa Jawa berarti klitikan.

Mengutip situs resmi Lembaga Mahasiswa Psikologi Universitas Gadjah Mada (UGM), fenomena klitih sebenarnya telah dimulai sejak awal tahun 1990-an ketika kepolisian mengelompokkan geng remaja di Yogyakarta. Hal ini sebagai wujud tindak lanjut atas informasi seputar geng remaja dan kelompok anak muda yang melakukan kejahatan.

Pada mulanya, istilah klitih memiliki makna positif berupa seseorang yang sedang mengisi waktu luang. Namun seiring berjalannya waktu, istilah klitih berubah menjadi sebuah tindak kejahatan dengan menyerang orang-orang secara tidak terduga.

Dalam asal usul klitih Jogja disebutkan setelah orde baru, Herry Zudianto yang kala itu menjabat Wali Kota Jogja, mengancam para pelajar yang terlibat tawuran akan dikeluarkan dari sekolah. Berangkat dari ancaman tersebut, para pelajar kemudian berkeliling dan mencari musuh dengan cara berkeliling kota untuk melakukan aksi klitih.

Alasan dari anak muda melakukan aksi ini lantaran ingin mendapatkan pengakuan dari teman-temannya. Anak muda yang melakukan klitih mengklaim dirinya mendapatkan reputasi bagus di lingkungannya. Selain itu, permasalahan pribadi maupun keluarga membuat anak muda tersebut cenderung menjadi seorang pelaku klitih.

Istilah klitih mulai populer pada tahun 2016. Pada mulanya, klitih merupakan perilaku kenakalan remaja dan permusuhan antarkelompok. Namun, seiring berjalannya waktu, fenomena klitih mengalami pergeseran. Kini, klitih tidak hanya menyasar pada kelompok tertentu, tetapi juga menyasar pada masyarakat umum secara acak.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya