SOLOPOS.COM - Kendaraan melintasi Jembatan Babadan atau Jembatan Grenjeng di Desa Purwomartani, Kalasan, Sleman, Selasa (24/2/2015). (Rima Sekarani/JIBI/Harian Jogja)

Jembatan Grenjeng di Desa Purwomartani, Kalasan, Sleman rawan rusak akibat sering dilalui kendaraan dengan muatan berlebih

Harianjogja.com, SLEMAN-Jembatan Babadan di Desa Purwomartani, Kalasan, Sleman mengalami penurunan akibat beban yang berlebih.

Promosi Mabes Polri Mengusut Mafia Bola, Serius atau Obor Blarak

Warga setempat merasa khawatir jembatan itu akan semakin rusak jika terus dilalui kendaraan bermuatan berat.

Jembatan yang dibangun sejak 2005 itu lebih dikenal masyarakat dengan nama Jembatan Grenjeng. Sugeng, warga yang tinggal di sebelah timur jembatan mengaku sudah melaporkan keluhan warga ke pemerintah sejak tahun lalu. Namun, belum ada respon apapun atas laporannya itu.

“Pada dasarnya banyak warga yang terganggu karena banyak kendaraan bermuatan berat yang lewat jembatan tapi tidak berani lapor,” ungkap Sugeng, Selasa (24/2/2015).

Sugeng memaparkan, Jembatan Grenjeng merupakan penghubung utama antara Dusun Babadan dan Karanglo. Selain itu, jembatan tersebut juga terletak di jalur alternatif bagi warga yang ingin menuju Klaten, Jawa Tengah.

Namun, menurut Sugeng, jembatan itu tidak didesain untuk menahan beban sekelas kendaraan bermuatan berat, seperti truk pengangkut pasir.

“Kami jelas terganggu. Kalau jembatannya sampai ambrol, apa sopir mau bertanggung jawab? Akhirnya warga setempat yang paling merasakan dampak buruknya,” kata pria berusia 60 tahun itu.

Meski demikian, Sugeng menambahkan, warga sebenarnya tidak melarang kendaraan angkutan barang melintas. Sebab, semua orang memang berhak menggunakan jalan umum.

“Kita hanya berharap agar para sopir memperhatikan tonase. Jangan sampai berlebih. Sebenarnya menjaga jembatan itu kan tanggung jawab bersama, baik dari masyarakat setempat, sopir, hingga kalangan pengusaha,” ujarnya kemudian.

Terpisah, Kepala Bidang Bina Marga Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan (DPUP) Kabupaten Sleman Mirza Anfansury mengungkapkan, Jembatan Grenjeng memang mengalami penurunan badan konstruksi di sisi bawah. Hal itu membuat muncul genangan air di permukaan jembatan ketika terjadi hujan.

“Jembatan itu dibuat melengkung di bagian tengah. Salah satu kelemahan jembatan lengkung memang begitu, terlebih jika sering dilalui kendaraan dengan muatan berlebih,” papar Mirza.

Jembatan sepanjang 12 meter dengan lebar tujuh meter tersebut didirikan tujuh meter di atas Sungai Tepus. Sesuai standar jalan kabupaten, muatan maksimal yang boleh melintas hanya delapan ton. Namun kenyataannya, selama ini banyak kendaraan dengan muatan 12-14 ton yang melintas di sana.

“Terutama muatan galian C. Tapi pemerintah tidak bisa terus berjaga di tempat untuk melarang kendaraan tertentu melintas. Jadi diharapkan para pengguna jalan memperhatikan batas tonasenya,” ucap Mirza menerangkan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya