Jogja
Senin, 13 Maret 2017 - 15:55 WIB

BANDARA KULONPROGO : Dampak Pengurukan Buat Warga Resah

Redaksi Solopos.com  /  Mediani Dyah Natalia  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Pembangunan fisik yang dilakukan di lokasi Bandara Kulonprogo baru sebatas pemagaran yang telah dilakukan sejak 2 pekan lalu, Jangkaran, Temon pada Senin (30/1/2017). (Sekar Langit Nariswari/JIBI/Harian Jogja)

Bandara Kulonprogo proses pengurukan mengakibatkan sejumlah kerusakan.

Harianjogja.com, KULONPROGO — Sejumlah dampak pengurukan lahan relokasi warga terdampak Bandara Kulonprogo bermunculan dan menimbulkan keresahan masyarakat. Dampak yang muncul antara lain kerusakan jalan dan pagar balai desa Keborejo yang terancam ambruk.

Advertisement

Kepala Desa Kebonrejo, Slamet mengatakan pengurukan dilakukan di tanah kas desa yang berada di sisi selatan balai desa dan berbatasan dengan SMA 1 Temon. Menurutnya, pengurukan mengancam robohnya balai desa sepanjang 120 meter yang ada di sisi selatan.

“Sekarang kondisinya miring dan disangga bambu agar tidak ambruk,”jelasnya pada Minggu (12/3/2017).

Karena itu, ia berharap ada kejelasan kerusakan tersebut akan menjadi tanggungan pemerintah daerah atau kontraktor. Sejauh ini, sudah dilakukan komunikasi dengan kedua pihak tersebut namun belum ada hasilnya. Selain itu, adapila jalur yang terpaksa dilebarkan guna bisa dilalui truk pengangkut tanah uruk.

Advertisement

Sementara itu, Kepala Desa Janten, Fahrudin, menerangkan jika jalan yang digunakan untuk lalu lintas truk bukanlah jalan desa. Hal inilah yang menjadikan polemik di masyarakat karena ada yang belum rela lahannya digunakan jalur truk. Ia juga menyebutkan jika truk yang lewat mengakibatkan sejumlah kerusakan jalan. Terlebih lagi, saat ini sedang musim penghujan sehingga jalan menjadi becek. Meski dikatakan jika jalan akan diperbaiki oleh rekanan pada penghujung kontrak kerja nanti, hal ini tetap saja menyulitkan masyarakat setempat.

Kepala Desa Palihan, Kalisa juga mengeluhkan tanah kas desanya yang sudah habis tergusur bandara dan relokasi bandara sejak November lalu. Biasanya, tanah kas desa disewakan yang menjadi garapan oleh perangkat desa.

“Praktis tidak ada lagi tanah pelungguh dan tanah bengkok,”ujar dia. Sampai saat ini juga belum ada kepastian mengenai pengganti tanah tersebuta tau kompensasi yang diberikan.

Advertisement

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif