SOLOPOS.COM - Master Plan Bandara Kulonprogo (JIBI/Harian Jogja/Dok)

Harianjogja.com, KULONPROGO—Mekanisme pelaksanaan konsultasi publik dipastikan berbeda dengan tahap sosialisasi. Hal ini dilakukan supaya tidak memperkeruh konflik di masyarakat akibat dari pro kontra bandara baru di Kecamatan Temon.

Bupati Kulonprogo Hasto Wardoyo menegaskan sudah seharusnya mekanisme pelaksanaan konsultasi publik berbeda dengan sosialisasi.

Promosi Selamat Datang Kesatria Bengawan Solo, Kembalikan Kedigdayaan Bhineka Solo

“Berdasarkan pengalaman tahap sosialiasi yang ternyata justru menimbulkan konflik, maka saya minta kepada tim untuk melakukan mekanisme yang berbeda,” ujarnya di Rumah Dinas Bupati Kulonprogo, Rabu (22/10/2014).

Ia mencontohkan, pengumpulan warga tidak dalam jumlah besar, melainkan diskusi dalam kelompok kecil, dapat juga dimulai dari warga yang sudah memiliki pemahaman baik mengenai rencana pembangunan bandara. Selain itu pelaksanaan tahap konsultasi publik tidak harus di lokasi yang bersangkutan.

Dikatakannya, hal tersebut mulai dicoba dalam pelaksanaan pendataan awal. Untuk mengantisipasi konflik sosial, tutur Hasto, tim tidak perlu blusukan ke lokasi supaya tidak memperkeruh konflik yang ada di masyarakat.

“Sebisa mungkin harus diterapkan kebijakan minimal handling, artinya sedikit mungkin bersentuhan secara langsung dengan warga yang berkonflik,” jabarnya.

Kendati demikian, Hasto menampik jika kebijakan minimal handling berarti mematahkan pendekatan persuasif. Sebab, pendekatan persuasif berarti tidak ada perlakuan represif atau menekan.

Ia menambahkan, pendataan awal sebenarnya berguna untuk mengurus sertifikat tanah milik warga.

“Dengan adanya pendataan awal, warga yang belum punya sertifikat bisa sekaligus mengurus sertifikat miliknya tanpa dikenai biaya mahal,” kata Hasto.

Ketua Wahana Tri Tunggal (WTT) Purwinto menilai pendataan awal hanya akal-akalan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) dan PT Angkasa Pura (AP) I.

“Kami warga WTT sudah berkomunikasi dengan para kepala dusun untuk tidak usah didata, lagi pula data yang ada itu tidak akurat, pemilik lahan yang terdata kebanyakan sudah meninggal dan diwariskan ke anak cucunya,” paparnya.

Menurut dia, dalam pendataan awal seharusnya warga yang bersangkutan yang didata, bukan berdasarkan surat tanah yang dimiliki tim. Ia juga bersikeras, warga anggota WTT tidak akan mengikuti tahap konsultasi publik, mengingat sejak tahap sosialisasi warga anggota WTT tidak ikut serta.

“Harapan warga tetap seperti semula tidak ada bandara di Temon dan tidak hadir saat konsultasi publik bagian dari sikap menolak,” katanya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya