SOLOPOS.COM - Para pengusaha perhotelan di wilayah terdampak pembangunan bandara New Yogyakarta International Airport (NYIA) menemui tim appraisal di Balai Desa Glagah, Kecamatan Temon, Kulonprogo, Senin (9/5/2016). (Rima Sekarani I.N./JIBI/Harian Jogja)

Bandara Kulonprogo, giliran pengusaha yang mengeluh.

Harianjogja.com, KULONPROGO — Ketua Tim Appraisal dari Kantor Jasa Penilai Publik (KJPP) MBPRU Jogja, Uswatun Khasanah memaparkan tim akan menentukan nilai penggantian wajar (NPW) dengan mempertimbangkan nilai pasar serta nilai kerugian fisik dan nonfisik.

Promosi Mudik: Traveling Massal sejak Era Majapahit, Ekonomi & Polusi Meningkat Tajam

Kerugian fisik mencakup tanah serta bangunan, tanaman maupun sarana pelengkap lain yang ada di dalamnya, seperti pagar, sumur, hingga septic tank. Uswatun lalu menjelaskan ada dua jenis tanaman yang dihitung, yaitu tanaman keras dan musiman. Dengan demikian, tanaman hias tidak termasuk dalam aset yang bisa diganti dengan kompensasi.

Uswatun menambahkan, berbagai properti di dalam kamar penginapan dan hotel tidak dihitung karena tidak termasuk dalam komponen pengadaan lahan untuk kepentingan umum. Dia juga mengatakan tidak ada penyusutan nilai bangunan karena tim akan menghitung nilai terbaru.

“Kalau yang nonfisik itu misalnya terkait usaha yang dimiliki warga. Nanti diganti dengan net profit selama tiga bulan. Jika untuk perhotelan, tim akan bertanya berapa omzetnya,” kata Uswatun menerangkan.

Meski demikian, Uswatun menyatakan akan tetap mengoordinasikan berbagai keluhan warga terdampak bersama Badan Pertanahan Nasional (BPN) dan Pemkab Kulonprogo. Hal itu karena ada berbagai hal yang diluar kewenangan tim appraisal sehingga tidak bisa diselesaikan secara mandiri.

Sementara itu, progres penilaian oleh tim appraisal telah mencapai 59 persen. “Sudah 2.548 bidang dari total 3.444 bidang,” ungkap Uswatun.

Sebelumnya, pengusaha perhotelan di wilayah terdampak pembangunan bandara New Yogyakarta International Airport (NYIA) menemui tim appraisal di Balai Desa Glagah, Kecamatan Temon, Kulonprogo, Senin (9/5/2016). Mereka mengeluhkan berbagai aset usaha yang dianggap ikut tidak dinilai.

Ketua Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis) Permata, Sumantoyo mengaku menerima banyak keluhan dari pelaku wisata di sekitar Glagah, terutama yang mengelola bisnis hotel dan penginapan. Bentuk identifikasi aset yang dilakukan antar tim dianggap berbeda. Dia mencontohkan ada tim yang menilai fasilitas parkir di sebuah penginapan tapi terdapat tim lain yang tidak melakukan hal serupa pada penginapan berbeda.

Warga juga mempertanyakan aset apa saja yang masuk perhitungan tim appraisal. Mereka merasa keberatan karena berbagai fasilitas yang tersedia di setiap kamar hotel atau penginapan tidak ikut dinilai, seperti televisi, pendingin ruangan, tempat tidur, meja dan kursi, lemari, dan sebagainya. Alasannya, benda-benda itu disebut properti pribadi. Ada pula yang mengeluh karena tim appraisal tidak mau menilai aset berupa tanaman hias hingga mengaku punya bangunan yang belum sempat terdata tim Badan Pertanahan Nasional

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya