Bandara Kulonprogo rawan alami tsunami dan gempa bumi sehingga memerlukan analisis risiko bencana
Harianjogja.com, SLEMAN — Potensi bencana tsunami dan gempa bumi di area pembangunan bandara New Yogyakarta Internasional Airport (NYIA) Kulonprogo bukan sekadar isu tetapi berdasarkan fakta ilmiah. Oleh karenanya, proyek tersebut lebih membutuhkan analisis risiko bencana dibandingkan analisis dampak lingkungan.
Promosi Era Emas SEA Games 1991 dan Cerita Fachri Kabur dari Timnas
Sayangnya, kata Kepala Pusat Penelitian Geo Tsunami Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Eko Yulianto, hingga kini pemerintah belum menyiapkan analisis risiko secara detail sebagai bagian dari mitigasi bencana di sekitar lokasi proyek. Diapun mendesak agar pemerintah segera melakukan kajian analisis reskio bencana pembangunan bandara tersebut.
Menurutnya, kawasan selatan Jawa, terutama DIY memiliki jenis dan tekstur tanah berbeda dengan daerah lain. Kawasan daratan di DIY terbuat dari endapan sungai yang berhulu di Merapi.
“Dalam kajian kami, daratan di sini lebih mudah menghantarkan getaran gempa bumi yang dahsyat sehingga menimbulkan dampak besar,” jelas Eko di sela-sela workshop Dukungan Infrastruktur yang Handal untuk Proyek Strategis Nasional ‘Potensi Bahaya Gempa Bumi & Tsunami di Bandara Kulonprogo dan Metode Mitigasinya’, di UC UGM, Selasa (29/8/2017).
Peneliti Paleotsunami itu memberi perbandingan ketika terjadi gempa bumi di Bantul pada 2006 dengan gempa di Bengkulu pada 2007 lalu. Meski gempa Bantul hanya skala 5,6 richter, tetapi mampu merobohkan ratusan ribu bangunan, melukai puluhan ribu warga dan menewaskan 6.000 orang. Padahal, gempa di Bengkulu skalanya lebih besar yakni 8,7 richter tetapi menewaskan hanya 3 orang. Jadi, kerugian besar ekonomi lebih besar dialami DIY dibandingkan Bengkulu.
Dia menambahkan, kawasan pantai selatan Jawa dalam sejarahnya juga pernah dilanda gempa bumi tsunami yang bersumber dari zona subduksi, yaitu patahan pertemuan tiga lempeng besar Lempeng Eurasia, lempeng Indo-Australia dan lempeng Pasifik. Kondisi tersebut harus menjadi perhatian pemerintah. Sebab, paska-tsunami Aceh 2004 silam, muncul hipotesis baru, sepanjang pesisir yang berhadapan dengan zona Megathurst Sunda berpotensi gempa bumi besar. Tidak hanya gempa tetapi juga potensi tsunami di kawasan pantai Selatan.