Jogja
Rabu, 20 Januari 2016 - 18:25 WIB

BANDARA KULONPROGO : Tolak Hasil Pengukuran Lahan, Warga Penolak Bandara Geruduk Balai Desa

Redaksi Solopos.com  /  Nina Atmasari  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Puluhan warga penolak pembangunan bandara mendatangi Balai Desa Palihan, Kecamatan Temon, Kulonprogo, Rabu (20/1/2016). (Rima Sekarani I.N/JIBI/Harian Jogja)

Bandara Kulonprogo kembali mendapatkan penolakan dari warga yang terdampak pengukuran lahan

Harianjogja.com, KULONPROGO-Puluhan warga penolak pembangunan bandara mendatangi Balai Desa Palihan, Kecamatan Temon, Kulonprogo, Rabu (20/1/2016).

Advertisement

Mereka protes karena data terkait lahan miliknya ikut tercantum pada dokumen hasil pengukuran dan pendataan lahan calon lokasi bandara New Yogyakarta International Airport (NYIA) yang dipublikasikan di Palihan sejak Selasa (19/1/2016) kemarin.

Protes tersebut salah satunya disampaikan Kriyo Samekto, warga Dusun Munggangan, Palihan. Dia merasa tidak pernah mengizinkan tim untuk mengukur maupun mendata lahannya yang berupa sawah, ladang, dan rumah tempat tinggal. Seingat dia, saat itu tim juga berjanji tidak akan mengukur dan mendata lahan yang pemiliknya tidak bersedia. “Sejak awal menolak diukur tapi kok ini datanya keluar,” kata Kriyo.

Kriyo ingin terus mempertahankan lahan miliknya yang terletak di wilayah Munggangan dengan luas sekitar 1.000 meter persegi. Dia mempertanyakan landasan yang digunakan tim untuk mengisi kolom-kolom hasil pengukuran dan pendataan. Dia lalu menegaskan jika lahan milik warga penolak harus dicoret dari daftar database hasil pengukuran dan pendataan.

Advertisement

Kriyo menambahkan, hanya rumah dan lahan garapan yang dia punya. Jika itu diambil untuk kepentingan pembangunan bandara, dia tidak tahu harus pindah kemana atau berkerja sebagai apa.

“Pemerintah sejak tahun 2012 sampai sekarang belum pernah sosialisasi [warga terdampak] bakal dipindah ke mana, cari sendiri atau dirugikan. Bisa saja nanti uang ganti rugi habis sebelumnya mendapatkan rumah baru,” papar pria 70 tahun itu.

Ketua Wahana Tri Tunggal (WTT) Martono mengatakan, massa yang datang siang itu tidak hanya berasal dari Palihan, tetapi juga warga Desa Glagah yang memiliki lahan di Palihan. Dia pun tidak terima karena data terkait lahan yang tidak terukur dan terdata bisa tercantum pada laporan hasil pengukuran dan penataan. Menurut dia data tersebut juga tidak bisa dikatakan valid.

Advertisement

“Munggangan masuk semua. Kragon II ada sebagian tapi itu datanya asal saja mengisinya,” ujar Martono.

Martono pun mendorong data terkait lahan milik warga penolak bandara bisa dihapus dari database laporan tim Badan Pertanahan Nasional (BPN). “Kami minta dicoret sampai ke database, tidak sekedar di sini saja,” ucapnya.

Sementara itu, Kepala Desa Palihan, Kalisa Paraharyana malah mengaku tidak tahu mengenai sistem pengukuran dan pendataan secara mendetail.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif