SOLOPOS.COM - Warga terdampak pro bandara menggelar aksi damai untuk menuntut relokasi gratis di Setda Pemkab Kulonprogo sejak Senin (22/2/2016) lalu. (Sekar Langit Nariswari/JIBI/Harian Jogja)

Bandara Kulonprogo, warga terdampak bandingkan dengan proyek underpass.

Harianjogja.com, KULONPROGO- Warga terdampak pendukung bandara New Yogyakarta International Airport (NYIA) mengkhawatirkan kinerja tim appraisal independent yang akan menilai tanah dan aset yang masuk dalam lahan calon bandara pekan depan. Kekhawatirkan ini berdasarkan adanya keluhan akan hasil penilaian yang diberikan oleh tim yang sama atas lahan jalan underpass Kemiri-Jogoyudan, Wates pada 2015 lalu.

Promosi Tragedi Kartini dan Perjuangan Emansipasi Perempuan di Indonesia

Lelang yang telah dilakukan oleh PT Angkasa Pura I untuk tim pelaksana appraisal independent menghasilkan tim yang sama sebagaimana proyek underpass Kemiri-Jogoyudan, Wates. Nanang Hudiriyanto, salah satu warga Dusun Ngringgit, Palihan menyatakan warga khawatir hasil penilaian yang diberikan tidak proporsional sebagaimana yang terjadi di daerah tersebut.

“Kami sudah mengadakan studi banding ke Jogoyudan, khawatirnya hal serupa akan terulang,”ujarnya pada Kamis (28/4/2016).

Berdasarkan studi banding tersebut, ia menguraikan saat itu aset pohon rambutan hanya dihargai  sebesar Rp16.000. Faktanya, pohon tersebut bisa memberikan penghasilan sebesar Rp300.000 untuk satu kali petik bagi pemiliknya. Warga khawatir harga yang diberikan akan jauh dari perkiraan maupun harga pasar.

Warga sendiri memiliki persepsi harga tegalan, sawah, dan pemukiman sendiri sama. Perbedaannya hanya terletak pada bangunan yang berdiri di atas lahan tersebut. Lebih lanjut, warga sendiri ingin lahannya dihargai berdasarkan peruntukkan sebagai pembuktian keberadaan bandara NYIA memang memberikan manfaat bagi warga sekitar.

Selain itu, penolakan warga tim appraisal independent juga disebabkan belum ada jawaban pasti akan tuntutan yang diajukan. Sementara itu, pemerintah juga menyatakan warga enggan aset dinilai terpaksa harus menerima hasilnya begitu saja.

Sumaryadi, warga Ngringgit, Palihan menyampaikan selain tuntutan yang belum ada solusinya, proses pengukuran calon lahan bandara sebelumnya juga dianggap masih cacat. Pasalnya, ada sejumlah lahan yang memiliki luas yang berbeda berdasarkan hasil pengukuran dan sertifikat yang telah dimiliki oleh warga sebelumnya. Sumaryadi,  menyebutkan hasil pengukuran oleh BPN di lahannya memiliki selisih hingga 600 meter dibandingkan sertifikat tanah yang dimiliknya.

Selisih tersebut sampai saat ini belum diberikan solusi apapun. Warga Dusun Palihan I sendiri sebelumnya sepakat membagi secara proporsional selisih luas lahan warga. Namun, Sumaryadi menjelaskan hal tersebut tidak dapat diberlakukan di daerahnya. Pasalnya, lahan miliknya tersebut berada di daerah yang sama dengan sejumlah warga penolak bandara tanpa syarat.

“Selain tetangga lahan adalah warga penolak, mereka juga pasti tidak mau karena akan merugi,”ujarnya.

Permalahan yang masih menggantung ini pula yang menambah kekhawatiran warga akan proses appraisal yang akan datang.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya