SOLOPOS.COM - Puncak Merapi (DOK)

Puncak Merapi (DOK)

BOYOLALI—Kondisi terbaru di puncak Merapi memperlihatkan banyak rekahan baru. Sedangkan asap sulfatara di puncak juga penuh. Para pendaki diimbau tidak naik hingga ke puncak karena hal cukup berisiko.

Promosi Semarang (Kaline) Banjir, Saat Alam Mulai Bosan Bersahabat

Hasil pengamatan itu dilaporkan oleh relawan Jaringan Informasi Lingkar (Jalin) Merapi, Mujianto, setelah melakukan pendakian ke puncak Merapi, Sabtu (18/2) malam. Para relawan Jalin Merapi tiba di puncak pada Minggu (19/2) dini hari WIB, tepatnya pukul 03.48 WIB.

“Kami menemukan banyak rekahan. Kemungkinan hal itu terjadi karena adanya tekanan lava dari bawah, sehingga memunculkan rekahan. Tekanan itu juga menyebabkan terjadinya guguran di puncak. Kami sengaja naik untuk mengetahui kondisi sebenarnya di puncak Merapi. Kami tiba di puncak Minggu pagi sekitar pukul 03.48 WIB,” kata Mujianto, ketika dihubungi Jaringan Informasi Bisnis Indonesia, Senin (20/2).

Mujianto juga menyebutkan asal sulfatara yang keluar dari puncak sangat penuh. Akibatnya mereka kesulitan melihat dengan jelas kondisi di puncak. Banyaknya asap sulftara, menurut Mujianto, harus diwaspadai para pendaki. Mereka diimbau tidak naik hingga ke puncak karena cukup berisiko.

Mujianto menambahkan pada pendakian tersebut, mereka tidak menemukan kubah baru di puncak Merapi. Pencarian titik api hasilnya juga nihil. Keberadaan asap sulfatara yang tebal diduga menjadi penyebab titik api maupun kubah baru tak terlihat.

“Padahal ketika kami naik ke atas itu, BPPTK Yogyakarta katanya malah melihat keberadaan titik-titik api. Kami tidak melihatnya, mungkin karena terhalang asap tersebut,” tukas Mujianto.

Mujianto mengaku langsung diajak berkoordinasi oleh BPPTK Yogyakarta untuk membahas gambaran baru puncak dan kawah Merapi hasil penelitian mereka selama empat bulan. Merapi terus mengalami fluktuasi cenderung meningkat.

Fluktuasi
Adapun, aktivitas kegempaan Gunung Merapi pada Minggu (19/2) terpantau turun dibandingkan hari sebelumnya. Hal ini bukan berarti ada penurunan aktivitas Merapi tetapi menunjukkan fluktuasi Merapi.

Petugas Pemantauan Gunung Merapi (PGM) Kaliurang Heru Suparwoko menjelaskan bisa saja jumlah gempa turun, tapi di dalam perut Merapi sedang menyusun kekuatan untuk menembus ke permukaan. “Jangan artikan gempa lebih sedikit itu aktivitas menurun, keadaan ini cenderung Merapi yang fluktuatif kadang naik kadang turun,” katanya di kantor PGM Kaliurang, kemarin.

Rekaman gempa harian pada Minggu gempa vulkanik dangkal sebanyak 15 kali, gempa multiphase 24 kali, gempa guguran satu kali dan gempa tektonik satu kali. Sebelumnya pada Sabtu (18/2) vulkanik dangkal 35 kali, gempa low frequency satu kali, multiphase 47 kali dan guguran satu kali.

Gempa vulkanik dangkal yakni getaran yang terekam sedalam kurang lebih satu kilometer dari alat seismometer yang ditanam pada tubuh Merapi. Adapun gempa vulkanik dalam lebih dari dua kilometer dari alat seismometer ke dalam bumi.

Alat ini dipasang di Pusung London berada di 2700 meter di atas permukaan laut. Sementara puncak Merapi berada di sekitar 2900 Dpl. Artinya alat seismometer yang mengirimkan data kegempaan berada di bawah puncak.

Gempa Multiphase merupakan gempa yang mendekati permukaan. Tekanan fluida dari bawah ini ingin menjebol kubah lava sehingga menimbulkan getaran. “Multiphase ini sudah di permukaan,” kata Heru.

Gempa guguran lebih kepada guguran material yang menimbulkan getaran. Adapun gempa tektonik terekam alat, namun tidak berkaitan dengan aktivitas dapur Merapi. Tektonik cenderung pada aktivitas lempeng bumi.

Adapun pada Minggu malam sekitar pukul 19.00 WIB terpantau bara api di puncak. Terekam pada CCTV yang terpasang di Deles Klaten dan Plawangan Kaliurang. Bara api ini merupakan tekanan gas dari dalam perut Merapi.

Karena panasnya mencapai 500 derajat celcius sehingga bebatuan di permukaan puncak Merapi ikut membara. Kondisi itu bisa dilihat secara visual melalui video CCTV.  (Harian Jogja/Akhirul Anwar/Rina Wijayanti/JIBI/Solopos/Yus Mei Sawitri)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya