SOLOPOS.COM - Ilustrasi gajah di Gembiraloka Zoo (JIBI/Harian Jogja/Dok.)

Titin (Kanan) dengan gajahnya saat pertunjukan atraksi gajah di Kebun Binatang Gembiraloka/ (JIBI/Harian Jogja/Eva Syahrani)

Sosoknya yang kecil seolah sangat kontras dibandingkan tubuh gajah yang sangat besar. Namun Titin Rahmaniarti mampu menaklukan gajah.

Promosi Mimpi Prestasi Piala Asia, Lebih dari Gol Salto Widodo C Putra

Ia menjadi satu-satunya pawang gajah perempuan di Kebun Binatang Gembiraloka.

Tidak pernah terbayangkan sedikit pun dalam hidup wanita kelahiran Jogja 29 April 1980 ini menjadi pawang gajah. Bahkan ia juga tidak sengaja terjun menjadi pawang gajah.

Lima tahun yang lalu Titin baru saja pulang dari Singapura usai menjadi Tenaga Kerja Indonesia. Dia lalu mencoba peruntungan di negeri sendiri. Ia yang ingin merawat ibunya yang sudah tua akhirnya mengikuti seleksi penerimaan karyawan di Gembiraloka.

Namun ia tidak mengetahui lowongan pekerjaan yang dicobanya adalah pawang gajah.

“Mungkin nasib yang membawa, saya lolos sampai tes tahap II. Saat itulah saya baru tahu kalau nantinya jadi pawang gajah,” ungkap Titin ditemui, Minggu (18/8/2013).

Mengetahui harus menjadi pawang gajah, Titin pantang mundur. Ia yang mengaku sudah melangkah jauh dan butuh pekerjaan memutuskan mencoba menjalaninya.

“Awalnya setiap pagi membersihkan kandang, mengelus kulitnya, dan mengajak gajah bicara. Terus seperti itu sampai gajah hafal dengan saya,” ceritanya.

Tak butuh waktu yang cukup lama, anak terakhir dari 10 bersaudara ini mengaku sudah bisa dekat dengan gajah.

Saat ini Titin sudah bisa memimpin atraksi gajah yang digelar di Gembiraloka setiap Minggu.

Keikhlasan menjalani hidup disebut Titin merupakan kunci utamanya bisa bertahan sebagai pawang gajah hingga saat ini.

“Saya mencoba menikmati apa yang ada, dari pada menganggur. Cari kerja lain sulit zaman sekarang. Saya butuh penghidupan. Kuncinya ikhlas dan menikmati,” tegas dia.

Wanita yang tampak agak tomboy itu mengatakan menjadi pawang gajah tidak sekadar mengendalikan gajah melainkan harus memiliki ikatan batin dengan gajah.

Hatinya seolah terpanggil jika terjadi sesuatu dengan gajah. Hatinya juga merasakan iba jika sang gajah terkena panasnya matahari atau dinginnya hujan.

“Kalau saya di rumah misal hujan itu pikirannya justru ke gajah, duh kedinginan enggak ya… Tapi gajah lebih tahu perasaan manusia. Kalau saya lagi suntuk dia tidak mau jalan,” papar dia.

Kendati sudah cukup dekat dengan gajah, Titin mengaku setiap hari tetap waswas. Bagaimanapun pekerjaannya tetap berisiko tinggi.

Titin mengaku masih terus belajar mengetahui lebih dalam tentang gajah. Ia aktif berkomunikasi dengan komunitas pawang gajah lain. Dengan ini pulalah Titin merasa mendapat banyak teman.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya