SOLOPOS.COM - Sejumlah pedagang mengenakan pakaian tradisional dan kostum unik saat mengikuti Kirab Pedagang Pasar Tradisional di Pasar Beringharjo, Yogyakarta, Minggu (04/10/2015). (JIBI/Harian Jogja/Desi Suryanto)

Gunungan kirab pedagang tradisional digelar di Jogja

Harianjogja.com, JOGJA-Gunungan biasanya dibuat dari hasil bumi. Kemudian diperebutkan oleh masyarakat yang sudah menunggu berjam-jam pada saat acara kirab atau pawai budaya. Sayur, buah, dan palawija menjadi komoditas yang seolah-olah menjadi tujuan utama ribuan mata yang sudah mengintai sejak awal acara.

Promosi Vonis Bebas Haris-Fatia di Tengah Kebebasan Sipil dan Budaya Politik yang Buruk

Akan tetapi, kali ini lain. Gunungan sayur dan buah harus berkompetisi dengan benda-benda kebutuhan sekunder seperti sepatu hingga onderdil sepeda motor, tas dan dompet batik, kerudung dan konveksi, aneka olahan ayam, dan aneka barang lainnya.

Gunungan yang tidak biasa ini dipersembahkan oleh ribuan pedagang dari 31 pasar tradisional yang ada di Jogja. Keempat kalinya kirab pedagang pasar menampilkan beragam gunungan sesuai dengan kekhasan masing-masing pasar tradisional.

Pasar Terban menggunakan ayam untuk menunjukkan cirinya, Pasar Klithikan Pakuncen menampilkan gunungan aneka barang bekas dan baru yang dijual oleh para pedagangnya, Pasar Sentul yang identik dengan jagung membawa gunungan dari salah satu jenis makanan pokok itu, Pasar Giwangan unjuk gigi dengan sayur dan buah, Pasar Pasty juga tak mau kalah mempertontonkan tema hewan dan tanaman hias, Pasar Beringharjo yang mengusung aneka produk fashion untuk diperebutkan masyarakat, dan pasar-pasar lainnya yang mengangkat identitas masing-masing.

Kegiatan yang mengawali rangkaian perayaan Hari Ulang Tahun ke-259 Jogja ini menyita perhatian warga sekitar. Ribuan orang sudah berjejalan di tepi jalan sepanjang rute kirab, dari Jalan Pabringan-Jalan Margomulyo- Jalan KH. Ahmad Dahlan- Jalan Nyi Ahmad Dahlan- Jalan Ngasem- Jalan Polowijan, sejak tengah hari.

Sesekali terlihat jari-jari mereka mengusap peluh di wajah atau menyipitkan mata sebagai bentuk perlawanan terhadap serangan terik matahari yang bertubi-tubi.

Tepat pukul 16.30 WIB, sesuai janji panitia, puluhan gunungan yang baru saja diarak sejauh 1,6 kilometer, dihabisi ribuan warga yang sudah berkerumun di depan panggung utama kirab, Minggu (4/10/2015).

Hanya dalam hitungan detik, mungkin tak lebih dari satu menit, ratusan benda yang menempel di gunungan raib. Warga perlahan membubarkan diri sambil menenteng hasil tangkapannya.

Salah seorang pemuda tersenyum bangga dan menunjukkan sepatu di kedua tangannya kepada temanya yang memilih berdiri di trotoar dan tidak bergabung dalam perebutan isi gunungan. Bisa dipastikan ia baru saja berebut gunungan Pasar Klitikan.

Di sisi timur Pasar Ngasem tampak seorang perempuan setengah baya membawa jeruk. “Hasil rebutan gunungan,” ujar Sri, namanya. Sebenarnya ia ingin berebut gunungan Pasar Klithikan atau Beringharjo, hanya saja melihat lebih banyak anak muda yang berada di dua gunungan tersebut, niat itu pun urung dilakukannya.

“Jaga-jaga di gunungan sayur dan buah saja, soalnya takut kalah tenaga,” ujarnya sambil tertawa, “Yang penting dapat dan ikut memeriahkan,” kata dia menyambung omongan sebelumnya.

Ketua Paguyuban Pasar Klithikan Ahmad Fauzan bercerita orang-orang sekarang lebih memilih gunungan berupa barang ketimbang hasil bumi seperti sayuran. Terbukti, selama mengikuti kirab pedagang pasar, Gunungan Klitihikan mencuri perhatian warga. Isinya berguna untuk kebutuhan sehari-hari, mulai dari sepatu, senter, tas, knalpot motor, dan lain-lain. “Ya, bisa dibayangkan harga sepasang sepatu bekas Rp30.000 kalau ditukar dengan terung bisa dapat banyak,” canda laki-laki berambut gondrong ini.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya