Jogja
Selasa, 19 Juli 2016 - 18:55 WIB

BISNIS PROPERTI DIY : Bangun Kawasan Terpadu, Pengembang Kesulitan Cari Lahan Luas di Jogja

Redaksi Solopos.com  /  Nina Atmasari  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Foto ilustrasi (JIBI/Bisnis Indonesia)

Bisnis properti DIY menghadapi sulitnya mencari lahan yang luas di Jogja

Harianjogja.com, JOGJA-Lahan yang luas menjadi modal bagi pengembang dalam menciptakan kawasan terpadu. Kawasan yang terdiri mulai dari perumahan, kompleks pertokoan, hingga area publik seperti water park dan juga mal ini memang membutuhkan lahan yang luas.

Advertisement

Di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), kawasan terpadu sudah dimulai oleh Sahid Jogja Lifestyle City serta Citra Grand Mutiara di Jl. Wates Km.9. Dalam konsep terpadu yang didirikan di daerah Sleman yang notabene pemukiman semakin padat, Jogja Lifestyle City hanya menempati tanah seluas 2,2 hektare. Lain dengan Grand Citra Mutiara yang berdiri di lahan seluas 10 hektare.

Kebutuhan kawasan terpadu sepertinya tidak diimbangi dengan ketersediaan tuan tanah yang memiliki lahan luas. Marketing Koordinator Citra Grand Mutiara Yhonas Oktavian mengatakan, di satu sisi kawasan terpadu membutuhkan lahan yang cukup luas, sementara di sisi lain, pemilik atau tuan tanah yang memiliki lahan luas di DIY semakin sulit dicari.

Advertisement

Kebutuhan kawasan terpadu sepertinya tidak diimbangi dengan ketersediaan tuan tanah yang memiliki lahan luas. Marketing Koordinator Citra Grand Mutiara Yhonas Oktavian mengatakan, di satu sisi kawasan terpadu membutuhkan lahan yang cukup luas, sementara di sisi lain, pemilik atau tuan tanah yang memiliki lahan luas di DIY semakin sulit dicari.

“Lahan luas itu paling tidak di atas lima hektare. Kalau di kota lain, beli tanah 100 hektare tinggal berembuk dengan beberapa orang, selesai. Di Jogja tidak bisa,” ujar dia.

Penyebabnya, lahan di Jogja terbagi dalam petakan kecil sehingga kemungkinan dalam lahan seluas satu hektare bisa dimiliki oleh beberapa orang.

Advertisement

Terkadang untuk meloloskan tanah guna pembangunan kawasan terpadu, tarik ulur antara pengembang dan masyarakat kerap terjadi. Mereka ada yang enggan melepaskan tanahnya. Jika masyarakat masih enggan melepaskan tanahnya, pihak pengembang terkadang berkesimpulan harga beli tanah yang ditawarkan dinilai masih rendah.

Yhonas tak menampik jika saat ini harga tanah terbilang fantastis. Menurutnya harga Rp1 juta adalah harga tanah yang sudah umum di DIY. Namun, harga yang fantastis dapat ditemukan di Kota Jogja dan juga Sleman.

Di Sleman, beberapa pengembang menyebut harga tanah fantastis yang mencapai lebih dari Rp3 juta dapat ditemukan di Seturan, Jalan Palagan Tentara Pelajar, serta Jalan Gejayan.

Advertisement

Sementara harga tanah di kawasan DIY bagian barat dianggap lebih terjangkau dibandingkan harga di dalam kota. Hal ini pun menjadi solusi pengembang yang ingin membangun rumah.

Wakil DPD Real Estate Indonesia (REI) Bidang Hubungan Masyarakat Ilham Nur Muhamad mengatakan, memilih lokasi di DIY bagian barat menjadi solusi untuk memecahkan permasalahan harga tanah di DIY.

“Dalam mengatasi harga tanah yang mahal. Pengembang bisa menciptakan atau mencari kawasan baru yang belum menjadi incaran investasi, seperti di Jogja bagian barat,” kata Ilham.

Advertisement

Pengembang juga dapat mengurangi luasan proyek. Menurutnya, cara ini dapat dilakukan pengembang yang membangun kawasan terpadu. Tujuan pengurangan luasan proyek tak lain untuk menghemat biaya beli tanah yang dikeluarkan.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif