Jogja
Rabu, 18 Agustus 2021 - 16:46 WIB

BNN Jogja Sebut 2,3 Persen Penduduk DIY Terpapar Narkotika

Yosef Leon - Harian Jogja  /  Kaled Hasby Ashshidiqy  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Foto ilustrasi barang bukti narkoba.(JIBI/Antara)

Solopos.com, JOGJA — Badan Narkotika Nasional (BNN) Kota Jogja menyatakan, DIY menjadi salah satu dari lima provinsi yang memiliki angka pravelensi (terpapar) narkotika tertinggi di Indonesia. Sebanyak 2,3% warganya atau sekira 29.000 orang adalah pecandu.

Dari jumlah itu 18.000 diantaranya tercatat pernah menjadi pengguna selama satu tahun terakhir dan sisanya pernah mencoba menggunakan narkotika. Data ini diperoleh dari hasil survei BNN bekerja sama dengan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) pada 2019 lalu.

Advertisement

Menurut Kepala BNN Kota Jogja, AKBP Khamdani, saat ini tidak lagi ada daerah yang steril dari peredaran maupun penyalahgunaan narkotika di Indonesia. Oleh karena itu, pemerintah telah menetapkan narkotika sebagai salah satu tindak kejahatan luar biasa (extraordinory crime) selain terorisme dan korupsi.

Baca Juga: Menhub Budi Karya Hadiri Talkshow Virtual Merdeka Bertransportasi Malam Ini

Advertisement

Baca Juga: Menhub Budi Karya Hadiri Talkshow Virtual Merdeka Bertransportasi Malam Ini

Tugas aparat penegak hukum juga semakin berat. Dengan ditemukannya berbagai jenis dan juga bentuk narkotika baru atau new psychoactive substance (NPS) membuat peran masyarakat menjadi penting untuk ikut serta dalam Pencegahan dan Pemberantasan Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkotika (P4GN)

“Tercatat ada 83 NPS yang beredar di Indonesia, tapi 75 sudah ada aturannya dan delapan lainnya belum. Karena memang setiap aturan baru dikeluarkan, nanti akan ada lagi yang baru,” jelas dia, Rabu (18/8/2021).

Advertisement

“Tapi biasanya kasus-kasus yang kecil, kalau istilahnya itu pahe atau paket hemat,” ujar dia.

Baca Juga: Innalillahi, 26 Ibu Hamil dan Baru Melahirkan di Klaten Meninggal Dunia Gegara Covid-19

Usia Produktif

Para pengguna ini disebut dia juga tergolong ke dalam usia produktif yakni di usia 16-64 tahun. Namun yang banyak berada di usia 35-44 tahun.

Advertisement

Khamdani menyebut bahwa, fenomena tersebut jika tidak diantisipasi tentu bakal membuat permasalahan yang serius. Sebab, kinerja dan pembangunan sumber daya manusia bisa terganggu.

“Makanya kami upayakan agar sejak dini masyarakat ini tahu tentang bahaya narkotika,” katanya.

Di masa pandemi ini pun jumlah angka penyalahgunaan narkotika yang terungkap tidak menunjukkan angka yang signifikan. Menurut dia, pandemi Covid-19 tidak secara langsung membuat penyalahgunaan narkotika meningkat atau menurun secara signifikan. Pada 2019, pihaknya mengungkapkan sebanyak 118 kasus dan 2020 sebanyak 123 kasus.

Advertisement

“Naiknya cenderung tidak signifikan. Makanya di masa pandemi ini tidak berpengaruh terhadap peredaran gelap narkotika,” imbuhnya.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif