Jogja
Jumat, 18 November 2016 - 01:40 WIB

BPJS KESEHATAN : Pemerintah Bisa Berhemat Rp7 Triliun

Redaksi Solopos.com  /  Sumadiyono  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Ilustrasi pelayanan di kantor BPJS Kesehatan. (JIBI/Solopos/Antara)

Angka dumping cenderung naik dengan rata-rata kenaikan 4,3% untuk rawat jalan dan 3,5% untuk rawat inap.

Harianjogja.com, JOGJA-Pemerintah melalui Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan sebenarnya dapat menghemat biaya klaim Rp7 triliun jika mampu menekan kasus readmisi atau pasien dirawat kembali serta kasus lain yang terjadi selama hampir tiga tahun pelaksanaan BPJS Kesehatan di Indonesia.

Advertisement

Guru Besar Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia (UI) Prof. Budi Hidayat yang turut melakukan kajian tentang implementasi BPJS Kesehatan mengatakan, selama ini kasus readmisi banyak terjadi sebagai dampak dari tindakan bloody discharged atau memulangkan lebih dini pasien yang sebenarnya masih membutuhkan perawatan. Kondisi tersebut kemudian membuat pasien BPJS Kesehatan harus bolak-balik ke rumah sakit untuk mendapatkan perawatan sehingga membuat biaya yang dikeluarkan rumah sakit semakin besar.

Biaya yang membengkak juga disebabkan adanya tindakan menaikkan kode penyakit tertentu pada harga yang lebih tinggi atau disebut upcoding. Menurutnya jika kasus upcoding dan bloody discharge tersebut dicegah, ada potensi efisiensi atau penghematan biaya klaim Rp7,04 triliun. “Rp4,56 triliun untuk klaim rawat inap dan Rp2,48 triliun untuk rawat jalan,” katanya, Kamis (17/11), di Hotel Melia Purosani.

Hal tersebut dapat dilakukan dengan mengontrol pelaksanaan BPJS Kesehatan dari hulu sampai hilir. Sekarang ini menurutnya pemerintah sedang mengembangkan aplikasi untuk melacak potensi readmisi, apcoding, serta kasus-kasus pelanggaran lainnya agar ke depan ada penindakan tegas dengan dukungan regulasi yang telah terbentuk.

Advertisement

Kasus dumping atau melempar pasien ke fasilitas kesehatan (faskes) lain dan hanya menerima pasien yang membutuhkan biaya rendah juga menjadi fenomena yang ia temukan dalam kajiannya selama 2014-2016 ini. Ia mencatat angka dumping di Indonesia cenderung naik dari bulan ke bulan dengan rata-rata kenaikan 4,3% untuk rawat jalan dan 3,5% untuk rawat inap.

“Pasien dilempar bukan JKN-nya yang jelek tapi respon faskes terhadap keberhasilan JKN yang masih kurang,” katanya. Hal tersebut mengakibatkan munculnya anggapan bahwa seolah-olah faskes hanya mencari keuntungan, karena saat menerima pasien yang butuh biaya tinggi, faskes kemudian merujuk ke faskes lainnya.

Kepala Komisi Monitoring dan Evaluasi Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN) Ahmad Ansyori mengatakan, sistem jaminan sosial BPJS Kesehatan ini memang harus diakui belum didukung regulasi kuat, kaitannya jika ada sistem eror, tindakan penyimpangan (fraud), dan korupsi. “DJSN memang lama prosesnya untuk menetapkan regulasi mana wilayah eror, fraud, dan korupsi,” terangnya.

Advertisement

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif