SOLOPOS.COM - Petugas BPJS melayani tenaga kerja. (JIBI/Bisnis/Dok)

BPJS Ketenagakerjaan sampai saat ini belum seluruh perusahaan di Bantul mendaftar.

Harianjogja.com, BANTUL– Ratusan perusahaan di Bantul sampai saat ini belum mendaftarkan tenaga kerjanya ke dalam asuransi Badan Penyelenggajara Jaminan Sosial (BPJS) ketenagakerjaan. Kendati batas waktu penerapan BPJS ketenagakerjaan paling lambat akhir Juli ini.

Promosi Meniti Jalan Terakhir menuju Paris

Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Kabupaten Bantul Susanto mengatakan, dari total 600-an perusahaan di Bantul, hanya sekitar 60% yang telah mendaftarkan karyawannya dalam asuransi BPJS yang diwajibkan pemerintah. Sementara 40% lainnya hingga kini belum mengantongi asuransi.

40% atau ratusan perusahaan itu mempekerjakan ribuan karyawan, baik yang bekerja di perusahaan besar, sedang hingga kecil. “Kebanyakan yang belum pakai BPJS itu perusahaan-perusahaan sedang hingga kecil. Sementara 90% perusahaan yang telah mengantongi BPJS dari total 60% tadi adalah perusahaan besar,” papar Susanto, Sabtu (4/7/2015).

Padahal kata Susanto, akhir Juli ini ini, seluruh perusahaan sudah harus mengantongi BPJS sesuai instruksi pemerintah. Bila itu dilanggar maka sanksi mengancam. Sesuai perundang-undangan mengenai BPJS, perusahaan yang tidak mengasuransikan karyawannya dapat dihentikan perizinan usahanya.

Lembaga BPJS ketenagakerjaan dan pemerintah daerah dapat berkoordinasi menjatuhkan sanksi tersebut. “Pemerintah ada penyidik pegawai negeri sipil [PPNS] yang akan menyelidiki perusahaan yang melanggar, lalu diteruskan ke lembaga terkait untuk tidak memperpanjang atau bahkan menghentikan izinnya,” jelasnya lagi.

Terpisah, Sekjen Aliansi Buruh Yogyakarta (ABY) Kirnadi menyatakan, ribuan buruh tanpa asuransi menjadi persoalan serius di DIY. ABY mencatat, baru

9% pekerja sektor formal di DIY yang tercover BPJS ketenagakerjaan. “Jogja itu sudah terkenal tidak mengasuransikan karyawannya, sudah lama darurat BPJS,” kritik Kirnadi.

Ia tidak yakin Pemkab Bantul berani menjatuhkan sanksi ke perusahaan kendati ditemui pelanggaran setelah akhir Juli. Selama ini kata dia pemerintah tidak punya nyali menghukum pengusaha karena sejumlah faktor. “Misalnya pemerintah takut investor kabur, padahal dugaan itu tidak pernah terbukti karena pengusaha juga butuh buruh. Faktor lainnya, diduga karena praktek suap oleh perusahaan ke pemerintah,” papar dia.

Selama ini kata dia, sengketa perburuhan selalu diselesaikan pemerintah dengan musyawarah dan selalu ada pemakluman tanpa ada sanksi tegas.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya