SOLOPOS.COM - Ilustrasi/dok

Ilustrasi/dok

JOGJA—Mengangkat disertasi berjudul Jengah dan Transformasi Nilainya Studi Kasus pada Pemerintah Daerah Provinsi Bali pada Ujian Terbuka Program S3 hari ini di lantai. 3, Gedung PAU, UGM, I Putu Sastra Wingarta mencoba mengangkat transformasi budaya malu pada pemerintah.

Promosi Skuad Sinyo Aliandoe Terbaik, Nyaris Berjumpa Maradona di Piala Dunia 1986

“Jengah dalam konteks budaya merupakan semangat menumbuhkan inovasi dan bangkit dari keterpurukan serta memiliki sifat-sifat dinamik yang menjadi pangkal segala perubahan dalam kehidupan masyarakat. ”Dalam Bahasa Sansekerta disebut Hrih yang berarti memiliki rasa malu,” jelas Wingarta dalam rilisnya, Jumat (18/1/2013).

Sesuai ajaran agama Hindu yang terekspresi menjadi nilai-nilai budaya Bali, nilai jengah mengajarkan masyarakat Bali (Hindu) malu berbuat atau terpuruk dalam kubangan adharma, suatu yang harus diyakini oleh masyarakat Bali (Hindu).

“Penelitian ini bertujuan mengetahui lebih jauh bagaimana transformasi nilai-nilai jengah (malu) berlangsung dan menjadi praktik good governance serta praktik nasionalisme di lingkungan Pemerintah Daerah Provinsi Bali,” lanjutnya.

Sebagai salah satu tujuan wisata dunia, Bali menghadapi persoalan bagaimana menjaga citra agar tetap kondusif dan berdampak pada bagaimana keberlangsungan Bali di masa mendatang. Transformasi jengah dalam praktik pemerintahan merupakan salah satu prasyarat terciptanya kondisi yang aman sehingga Bali kontemporer dapat menghadapi berbagai tantangan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya