SOLOPOS.COM - Pelaksana Tugas Asisten II Bidang Perekonomian dan Pembangunan Khairudin saat melakukan simbolisasi penanaman kakao di Kebun Induk Kakao Dinas Kehutanan dan Perkebunan Gunungkidul, Jumat (18/11/2016). (David Kurniawan/JIBI/Harian Jogja)

Budidaya kakao di DIY difokuskan di tiga desa

Harianjogja.com, JOGJA–DIY memiliki potensi untuk tanaman kakao. Untuk meningkatkan produktivitas kakao dan produk olahannya, pemerintah mengembangkan program desa kakao di dua kabupaten penghasil kakao di DIY.

Promosi Tragedi Kartini dan Perjuangan Emansipasi Perempuan di Indonesia

Kepala Dinas Kehutanan dan Perkebunan DIY Sutarto mengatakan ada tiga desa kakao di DIY yakni dua desa di Kecamatan Patuk, Gunungkidul dan satu desa di Kecamatan Kalibawang, Kulonprogo. Dua desa di Patuk yakni di Putat dan Bobung, sedangkan satu desa di Kalibawang yakni Banjaroya.

“Pembinaan dengan model desa kakao dilakukan secara terintegrasi misalnya dengan peternakan, wisata. Misalnya menjadikan produk olahan kakao jadi oleh-oleh, pemanfaatan kotoran ternak untuk pupuk kakao, dan pemanfaatan daun kakao untuk pupuk,” ujar dia beberapa waktu lalu.

DIY memiliki produk pariwisata yang potensial dan digemari wisatawan. Produk kakao yang semakin berkembang di DIY sangat potensial untuk diolah menjadi oleh-oleh.

Industri di kakao pun semakin berkembang di DIY. Produk hilir kakao semakin berkembang dan hal itu harus didukung produk hulu yang berkualitas.

Luasan lahan produksi kakao di DIY sekitar 4.500 hektare dengan produksi per batang rata-rata 0,6 kg hingga 0,7 kg.

“Kami menargetkan bisa mencapai satu kg. Tapi itu masih pelan-pelan untuk dicapai karena kami juga harus merehabilitasi tanaman yang rusak, mengganti yang mati, mengganti dengan varietas yang lebih unggul. Kami bersyukur dengan bantuan Gubernur DIY sebanyak 10.000 bibit kakao untuk Patuk, Patuk, Gunungkidul,” papar dia.

Sumbangan produksi kakao dari DIY ke nasional memang masih kecil. Namun, pasar kakao di DIY semakin besar. Dulu banyak kakao yang dikirim ke luar DIY, tetapi saat ini semakin berkurang karena masyarakat semakin sadar untuk mengolah kakao menjadi produk olahan yang memiliki nilai tambah.

“Di DIY sudah semakin banyak industru kakao. Bahan baku juga dari DIY. Kami yakin komoditas ini bisa memberikan kontribusi ekonomi,” jelas dia.

Gubernur DIY Sri Sultan Hamengku Buwono X mengatakan, produk kakao yang dihasilkan bisa diolah menjadi produk olahan kakao. Masyarakat juga harus mengikuti keinginan pasar dengan cita rasa.

“Mereka harus punya tester untuk bisa merasakan rasa coklat yang enak menurut lidah orang lokal dan juga luar negeri. Packaging juga harus diperhatikan karena coklat DIY sangat bisa menjadi oleh-oleh,” ujar dia usai meresmikan Griya Coklat beberapa waktu lalu.

Kepala Kantor Perwakilan (KPw) Bank Indonesia (BI) DIY Arief Budi Santoso mengaku mendukung pengembangan produk unggulan setiap daerah di DIY salah satunya kakao di Gunungkidul. BI turut mendampingi masyarakat di Patuk untuk bisa mengolah coklat. “Kami berikan pendampingan secara intens selama tiga tahun dan akan kami lepas. Tapi, bukan berarti kami lepas begitu saja. Kami tetap awasi dan membantu,” papar dia.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya