Jogja
Selasa, 21 Februari 2012 - 15:15 WIB

BUDIDAYA LELE SHELTER: Warga Mengaku Tekor

Redaksi Solopos.com  /  Harian Jogja  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Budidaya lele dengan sistem terpal di shelter lereng Merapi (HARIAN JOGJA/AKHIRUL ANWAR)

Budidaya lele dengan sistem terpal di shelter lereng Merapi (HARIAN JOGJA/AKHIRUL ANWAR)

SLEMAN—Minat warga lereng Merapi membudidayakan lele lahan kering sistem terpal (lelaki sintal) semakin berkurang. Pasalnya budidaya lele dengan cara ini sulit menuju titik impas (Break Even Point).

Advertisement

Salah satu warga penerima bantuan, Wafirudin menjelaskan, selama ini hanya ada bantuan bibit lele namun tidak ada bantuan pakan lele yakni pelet. Padahal menurut dia, biaya terbesar adalah pakan lele. “Kalau bibit, pakai lokalan saja gampang dibeli, tapi kalau pelet ini harus yang bagus makanya banyak yang rugi,” katanya saat ditemui Harian Jogja, Selasa (21/2).

Warga Bakalan Argomulyo, Cangkringan ini mengatakan, semula ada sembilan kolam di dusunnya. Namun kini hanya tinggal empat yang masih aktif. Lainnya rusak karena terpal keropos dan mulai ditinggalkan karena hasilnya tidak bisa seperti hitungan teori saat awal pemberian bantuan.

Wafirudin menjelaskan, jika saat ini satu kolam berisi 3.000 lele hanya laku dijual Rp700.000. Padahal biaya pakannya sudah menghabiskan Rp850.000 untuk tiga bulan pemeliharaan. Alhasil petani lele ini rugi Rp150.000. Belum lagi biaya operasional dan benih lele.

Advertisement

Serbuan lele dari luar daerah juga menjadi kendala penjualan. Jika lele dari shelter lereng Merapi dihargai Rp8.500 per kilogram, lele konsumsi dari daerah lain seperti Jawa Timur jauh lebih murah yakni sekitar Rp7.000 per kilogram.(Harian Jogja/Akhirul Anwar)

Advertisement
Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif