SOLOPOS.COM - Pengunjung ketika melihat buku serial Franklin di Toko Buku Kanisius, Sabtu (2/11/2013). (JIBI/Harian Jogja/Purnama Ayu Rizky

Harianjogja.com, JOGJA-Hampir sebagian besar rak buku cerita anak di beberapa toko buku di Jogja dihiasi buku cerita bertema kehidupan masyarakat luar negeri. Di antaranya Kereta Thomas, Barbie, Angry Bird, dan  Franklin. Di sisi lain, buku cerita anak bertema masyarakat lokal seperti Sangkuriang dan Klenthing Kuning tidak kelihatan mencolok.

Meski tidak ada yang salah tentang itu karena semua buku mengajarkan kebaikan, tetapi kenyataan ini mengancam generasi muda buta akan budaya masyarakat lokal jika sejak dini hanya mengonsumsi buku bercerita impor.

Promosi Jaga Jaringan, Telkom Punya Squad Khusus dan Tools Jenius

Rukmini, warga Deresan, Sleman mengatakan, ia sangat selektif memilih buku untuk anak-anaknya. Mulanya ia pernah mencari buku dongeng atau legenda nusantara. Namun lantaran susah memperolehnya, ia memilih buku serial Franklin.

“Saya mengarahkan anak untuk membaca buku cerita Franklin, karena beberapa alasan. Pertama, buku ini sesuai untuk segmen usia anak-anak. Kedua, buku ini bercerita tentang keseharian anak-anak yang lugu, polos, dan penuh kejujuran. Ketiga, tentu saja karena banyak pesan moral yang bisa diteladani,” urai Rukmini di Toko Buku Kanisius, Kamis (31/10/2013).

Hal itulah yang mendorong pegawai swasta tersebut mengajak anaknya mengunjungi toko buku saban pekan. “Saya rutin membelikan buku baru agar anak saya kian terpacu untuk rajin membaca,” ujarnya.

Ia beranggapan, buku apapun asal membawa pesan yang baik, tidak masalah diberikan kepada anak meski menceritakan kehidupan masyarakat luar negeri.

Hal senada juga disampaikan Didith Wahyu, pengunjung Toko Buku Kanisius. Ia mengaku rutin membelikan buku impor cerita bergambar pada Cinta,6, anaknya.

“Berhubung buku cerita lokal sukar ditemui, saya mengarahkan anak untuk membaca buku lain. Sepanjang cerita yang disuguhkan cocok dengan umurnya, itu tidak apa-apa,” ungkapnya lagi.

Sedangkan, Indra Winendra, pria berusia 38 tahun, warga kelurahan Terban ini mengaku lebih sering membelikan anaknya buku-buku bercerita budaya barat seperti yang dibelinya saat ditemui Harian Jogja. Buku berjudul 10 Dongeng Peri adalah pilihan sang buah hati yang berusia delapan tahun. “Ya, karena dia yang meminta saya membelikan,” kata ayah dari dua anak ini.

Diakui Indra, anak-anak memang lebih memilih buku cerita bertema barat. “Yang pasti setiap pilihan mereka saya lihat isi ceritanya dulu, dan saya akui memang buku dongeng tersebut pas dan tepat untuk anak,” jelas Indra.

Indra mengaku pernah membelikan buku cerita bertema masyarakat lokal untuk anaknya, tapi tidak sering. Alasannya, Indra jarang menemui buku-buku tentang budaya nusantara. “Ya bagaimana mau membeli, wong buku itu jarang dijual kok,” tegasnya.

Jika ada, paling terbitan lama yang sudah sering Indra lihat. “Jadi tidak ada buku-buku yang baru,” protes Indra.

Sebagai orangtua, Indra pun menyarankan sebaiknya setiap penerbitan buku melibatkan anak-anak berprestasi usia sekolah untuk bersama-sama membuat buku-buku cerita yang berkaitan dengan budaya lokal nusantara.
Diakui Indra, sekarang sudah jarang ditemui penulis yang menulis tentang budaya lokal dengan pas untuk seumuran anak-anak usia sekolah dasar atau TK. “Anak-anak terkadang sulit memahami bahasa dalam buku cerita anak lokal,” akunya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya