SOLOPOS.COM - Ilustrasi antraks (Tri Rahayu/JIBI/Solopos)

Solopos.com, WONOSARI — Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Kabupaten Gunungkidul sedang menyusun rancangan peraturan daerah (Raperda) untuk mewadahi kebijakan tentang pemberian kompensasi ternak mati dikarenakan terjangkit antraks. Diharapkan dengan peraturan ini dapat mencegah praktik brandu di masyarakat yang selama ini menjadi sumber persebaran antraks di Kabupaten Gunungkidul.

Pelaksana Tugas Kepala Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Gunungkidul, Kelik Yuniantoro, mengatakan pemkab berkomitmen untuk mencegah persebaran penyakit antraks. Salah satu upaya yang dilakukan dengan rencana pemberian kompensasi terhadap ternak yang mati karena terjangkit antraks.

Promosi Tragedi Bintaro 1987, Musibah Memilukan yang Memicu Proyek Rel Ganda 2 Dekade

Menurut dia, hasil penyelidikan epidemiologi, dalam beberapa tahun terakhir terdapat kasus antraks. Beberapa kalurahan yang ada kasus terlihat di Bejiharjo, Karangmojo dan Hargomulyo di Kapanewon Gedangsari. Sedangkan untuk Kalurahan Gombang terjadi dua kasus penularan dalam rentang waktu tiga tahun.

Baca juga: Upacara Melasti Sambut Nyepi di Pantai Ngobaran Gunungkidul

Praktik brandu atau pengadaan iuran warga untuk memberikan tali asih kepada pemilik ternak yang sakit atau mati mendadak disinyalir menjadi biang persebaran antraks. Pasalnya, pemberian uang ini dibarengi pembagian daging kepada warga yang mengikuti iuran. “Makanya ada upaya pemberian kompensasi untuk menghilangkan praktik brandu di masyarakat. Kalau ternak mati harus dikubur dan bukan dagingnya dibagi-bagikan,” katanya.

Kelik mengungkapkan saat ini masih dalam proses penyusunan regulasi. Rencana payung hukum akan dituangkan dalam bentuk peraturan daerah. “Masih proses penyusunan draf dan kalau sudah selesai bisa dibahas dengan DPRD untuk disahkan,” katanya.

Kepala Bagian Hukum Sekretariat Daerah Gunungkidul, Miksan, mengatakan bupati dan DPRD sudah terkait dengan pembentukan peraturan daerah di tahun ini. Rencana ada 12 rancangan yang dibahas dengan rincian tiga merupakan insiatif DPRD dan usulan bupati sebanyak sembilan raperda.

Baca juga: Rawan Kecelakaan, Tanjakan Ekstrem Gunungkidul Ini Bakal Dinormalisasi

Meski demikian, Miksan mengakui pada prosesnya bisa ada perubahan pada saat tahun berjalan. Salah satunya dikarenakan adanya mekanisme kolektif terbuka sehingga bisa mengusulkan pembahasan raperda baru di luar kesepakatan yang telah dibuat.

“Jadi bisa ada tambahan. Misalnya ada penyesuaian dengan peraturan di atasnya sehingga mendesak dibahas, maka bisa diusulkan untuk jadi prioritas menjadi perda,” katanya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya