Jogja
Selasa, 8 September 2015 - 21:20 WIB

DAMPAK PELEMAHAN RUPIAH : Biaya Produksi Kerajinan Semakin Tinggi, Tapi Ekspor Semakin Meningkat

Redaksi Solopos.com  /  Nina Atmasari  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Produksi Souvenir Kipas (JIBI/Harian Jogja/Desi Suryanto)

Dampak pelemahan rupiah membuat biaya produksi kerajinan semakin tinggi, namun hasil ekspor juga semakin meningkat

Harianjogja.com, SLEMAN-Pelemahan nilai tukar rupiah berimbas pada kegiatan usaha kerajinan di Sleman. Perajin yang mengimpor material pendukung dari luar negeri harus menanggung harga yang lebih tinggi dari sebelumnya.

Advertisement

Salah satu usaha kerajinan yang terdampak adalah CV Kirana Mas Homes (KMH) Dusun Glondong, Desa Tirtomartani, Kecamatan Kalasan.
Perusahaan furniture ini menggunakan bahan limbah kayu untuk menghasilkan produk. Namun sebagai bahan pendukung seperti triplek dan thinner masih harus impor dari luar negeri.

“Kami kena dampaknya [rupiah melemah] karena ada barang impor. Seperti triplek MDF [Medium Debsity Fiberboard]. Naiknya sekitar Rp2.000 per lembar. Dari Rp50.000 jadi Rp52.000,” kata Direktur KMH, Ahmad Nuryanto, Senin (7/9/2015).

Material lainnya yang juga naik adalah thinner. Kenaikannya hampir mencapai 5%. Ahmad mengatakan, saat rupiah masih normal, satu drum thinner kapasitas 200 liter dibeli seharga Rp2,9 juta. Saat rupiah melemah, harganya naik sekitar Rp150.000 dari harga awal.

Advertisement

Meski demikian ia tetap beruntung karena hasil kerajinan banyak dijual ke luar negeri, seperti Amerika dan Spanyol. “Kita tetap diuntungkan dari kondisi ini meskipun keuntungan tidak seperti sebelumnya [saat rupiah normal],” kata Ahmad.

Pengusaha yang diuntungkan dari melemahnya nilai tukar rupiah ini adalah perajin bambu di Kecamatan Mlati. Salah satu perajin, Suharjono, mengungkapkan sejak rupiah melemah ada peningkatan pesanan dari luar negeri, seperti Singapura, Austria, dan daerah Timur Tengah.

“Penjualan ke luar negeri malah baik. Lumayan lah dibandingkan saat rupiah normal. Sering dapat pesanan,” kata laki-laki yang enggan menyebut kenaikan jumlah pesanan itu, Senin (7/9/2015).

Advertisement

Kendala yang ia hadapi saat ini hanya kurangnya tenaga kerja. Saat ini ia memiliki tujuh karyawan. Dari jumlah karyawan yang ada belum sebanding dengan jumlah pesanan yang masuk. “Akibatnya pengerjaannya molor,” ujar dia.

Menurut Suharjono, kondisi saat ini menjadi peluang untuk meraup keuntungan. Pasalnya ia tidak mengimpor bahan baku dari luar negeri. Bahan baku bambu sudah tercukupi dari daerah Jawa saja.

Selama pelemahan nilai tukar rupiah ini, pihaknya tetap memasang harga sama untuk pembeli. Ia hanya membedakan standar harga antara pembeli dalam negeri dengan pembeli luar negeri.

“Katakanlah satu jenis produk saya jual Rp500.000 untuk warga kita [lokal] tapi kalau luar negeri ya saya jual Rp750.000,” kata Suharjono. Beberapa produk yang ia kirim ke luar negeri di antaranya kursi tamu, pagar, dan berbagai interior rumah lainnya.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif