SOLOPOS.COM - Ilustrasi (pedulisehati.com)

Dana Bantul masih terserap minim

Harianjogja.com, BANTUL–Besaran serapan Dana Desa (DD) di 75 desa seluruh Bantul masih minim. Berdasarkan data dari Bagian Pemerintahan Desa Setda Bantul, hingga memasuki triwulan ketiga ini, DD baru terserap sekitar Rp17 milyar saja dari Rp43 milyar yang dikucurkan.

Promosi Antara Tragedi Kanjuruhan dan Hillsborough: Indonesia Susah Belajar

Kepala Bagian Pemerintahan Desa Setda Bantul, Jazim Aziz mengatakan besarnya anggaran DD ini dialokasikan untuk sejumlah pos belanja. Di antaranya, pembangunan fisik, penyelenggaraan pemerintahan, pembinaan masyarakat, pemberdayaan masyarakat hingga pos belanja tak terduga. Namun ia mengakui mayoritas serapan anggaran ini masih berkutat dalam pembangunan fisik. Kendati begitu, Jazim optimistis seluruh anggaran DD bakal terserap maksimal pada akhir tahun anggaran.

“Karena tergantung desa menganggarkan di triwulan berapa,” ucapnya pada Kamis (24/8/2017).

Senada dengan yang disampaikan oleh Direktur IDEA, Sunarja beberapa waktu yang lalu. Ia membenarkan sesuai Undang-Undang Nomor 6/2014 tentang Desa, penggunaan DD memang diprioritaskan pada pembangunan infrastruktur. Namun hal inilah yang kerap tak dipahami oleh Pemdes. Infrastruktur yang dibangun Pemdes dengan menggunakan DD itu, acapkali adalah bangunan yang sama sekali tidak berimplikasi positif pada peningkatan perekonomian masyarakat, terutama masyarakat kelas bawah. Misalnya seperti gapura atau bangunan-bangunan monumental lainnya.

“Kenapa tidak dibangun bangunan yang lebih bermanfaat, seperti misalnya saluran irigasi,” tegasnya.

Sunarja menyebut berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan IDEA, banyak aparatur desa yang masih merasa takut dan khawatir untuk menggunakan DD. Terlebih setelah munculnya isu keterlibatan aparat TNI dan Polri dalam pengawasan penggunaan DD. Oleh karena itulah, pihaknya mendorong agar Pemdes memberikan ruang selebar-lebarnya kepada masyarakat, khususnya masyarakat kelas bawah untuk terlibat aktif dalam proses perencanaan pembangunan desa melalui Musyawarah Rencana Pembangunan Desa (Murenbangdes) agar alokasi DD tepat sasaran.

Terpisah, Kepala Kejari Bantul, Ketut Sumedana mengatakan problem pengelolaan DD berpusat pada kekhawatiran lurah dan pamong bakal tersandung persoalan hukum. Akibatnya, serapan DD menjadi minim. Padahal, tinggi-rendahnya serapan DD mengandung konsekuensi. Bila tak terserap, jatah DD desa bisa dikurangi. Sebaliknya, andai terserap habis terbuka kemungkinan jatah DD bakal ditambah.

Guna mengatasi persoalan tersebut, pihak Kejari Bantul memperbaharui format kinerja tim pengawal dan pengaman pemerintah dan pembangunan daerah (TP4D). Saat ini personel TP4D tidak hanya memberikan pendampingan langsung secara berkala ke Pemdes. Melainkan juga mengundang seluruh lurah dan pamong ke kantor kejaksaan. Kendati begitu, Ketut mengingatkan, pendampingan TP4D bukan berarti kejaksaan bakal berpangku tangan andai menemukan dugaan praktik penyelewengan DD. “Akan tetap kami proses jika memang ada dugaan praktik korupsi dana desa,” tuturnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya