SOLOPOS.COM - Foto Mario Saat di Benteng Vradeburg JIBI/Harian Jogja/Sunartono

Foto Mario Saat di Benteng Vradeburg
JIBI/Harian Jogja/Desi Suryanto

Mario Renato Karel Iroth, seorang diri mengendarai motor dari Bali ke Kamboja demi kemanusiaan. Di tengah sorotan terhadap ulah negatif sebagian geng motor, Mario membuktikan rider bisa bermanfaat bagi banyak orang. Dengan kendaraan trail berkapasitas 150cc Mario rela menempuh 18.000 kilometer demi membantu anak-anak Kamboja.

Promosi Uniknya Piala Asia 1964: Israel Juara lalu Didepak Keluar dari AFC

Semua negara ASEAN dijelajahi untuk misi mulia tersebut. Selama 70 hari Mario melewati Singapura, Malaysia, Thailand, Laos, Myanmar, Vietnam, dan berakhir di Kamboja. Perjalanan berat itu rela ditempuh karena Mario
merasa tersentuh oleh keadaan anak-anak di pedalaman Kamboja yang sangat memprihatinkan.

Hasilnya, tak hanya mendapatkan kesempatan memberikan bantuan secara langsung, Mario juga mendapatkan pengalaman berkendara yang berbeda dengan di Indonesia.
Pertemuan Harian Jogja dengan Mario bisa dibilang tak sengaja. Mario tiba di Jogja Minggu (2/6) beberapa hari lebih awal dari yang dijadwalkan, beruntung kesempatan bertemu solo rider itu tak terlewatkan.

Jogja adalah salah satu kota yang disinggahi Mario dalam perjalanan pulangnya dari Kamboja.

Mario memulai perjalanannya dari Seminyak, Bali, Minggu (3/3) lalu. Dia mengemban misi utama untuk mengumpulkan bantuan untuk diberikan kepada anak-anak Kamboja yang kehidupannya memprihatinkan. Kebetulan, Mario mendapatkan dukungan dari dua organisasi nirlaba Kamboja yang bergerak di bidang perlindungan anak, New Hope Cambodia dan Cambodian Children’s Trust.

“Saya pernah ke sana 2012 lalu dan saya tersentuh, berkat dukungan dari dua organisasi nirlaba ini saya berkesempatan untuk datang kesana lagi untuk memberikan bantuan kemanusiaan secara langsung,” ujarnya.

Selama perjalanan yang telah berlangsung tiga bulan, pemuda 24 tahun ini mengaku mendapatkan sejumlah pengalaman tak terlupakan. Terutama dari kalangan sesama rider baik dari dalam maupun luar negeri yang menyambutnya. Salah satu pengalaman yang menurutnya paling menarik adalah perbedaan kultur berkendara antara pengendara sepeda motor di Indonesia dan di luar negeri.

Menurut Mario, di luar negeri para pengendara sepeda motor sangat mematuhi peraturan. Bahkan ketika mereka berada di dalam konvoi. Tidak ada konvoi turing yang seenaknya melanggar aturan lalu lintas atau memaksa kendaraan lain menepi. Justru mereka memberi jalan bila ada pengguna jalan lain yang ingin menyalip.

Selain itu, meski berkendara dengan rombongan besar, mereka tetap berhenti saat lampu merah menyala.

Selain itu, menurutnya masalah kelengkapan berkendarapun menjadi perhatian penting bagi rider di negara lain. Mulai dari body protector, helm, sepatu hingga surat-surat izin sudah dipersiapkan untuk menunjang keselamatan dan kenyamanan berkendara.

“Di sana seperti itu, walau yang menyambut saya motor ber-cc besar dan konvoi, kalau lempu merah ya berhenti. Mungkin karena di sana penegakan hukumnya lebih tegas jadi masyarakatnya terbiasa tertib,” paparnya.

Meskipun begitu, rider asal Bali ini mengaku dirinya tetap senang dengan keramahan rider Indonesia yang terus memberinya semangat untuk menuntaskan misi kemanusiaannya ini. Bahkan, pada 2015 mendatang dia
berencana melakukan aksi serupa, kali ini Mario akan berkeliling dunia untuk kemanusiaan.

“Saya ingin para rider tidak sekadar menikmati hobinya, tetapi juga bisa memberikan manfaat pada masyarakat.”

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya